Home Ekonomi Jaga Stabilitas Moneter dan Likuiditas, BI Tempuh 4 Langkah

Jaga Stabilitas Moneter dan Likuiditas, BI Tempuh 4 Langkah

Jakarta, Gatra.com - Selain mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7 Days Repo Rates (BI7DRR) di level 4,5 persen, Bank Indonesia (BI) juga akan menempuh empat kebijakan berikut, untuk menjaga stabilitas moneter dan tingkat likuiditas nasional.

Hal itu disampaikan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo, usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang berlangsug pada 13 dan 14 April 2020.

"Pertama, untuk stabilisasi dan penguatan nilai tukar rupiah, BI meningkatkan intensitas triple intervention, baik melalui spot, domestic non delivery forward, maupun pembelian SBN dari pasar sekunder," katanya melalui video conference, Selasa (14/4).

Dengan langkah-langkah ini, BI meyakini bahwa nilai tukar rupiah, yang saat ini masih under value secara undang-undang, akan bergerak stabil dan menguat mengarah kepada Rp15.000 rupiah di akhir tahun ini.

Kedua, untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional dari dampak Covid-19, BI akan meningkatkan pelonggaran moneter melalui instrumen kuantitas, yang kita sering Quantitative Easing (QE). QE yang akan ditempuh BI, antara lain:

A. Ekspansi operasi moneter, melalui upaya penyediaan term repo kepada bank-bank maupun korporasi dengan transaksi underlying Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Nasional (SBSN). Dengan tenor selama 1 tahun.

B. Menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah, masing-masing sebesar 200 basis poin (bps) untuk bank umum konvensional. Sedangkan untuk bank umum syariah atau unit usaha syariah (UUS) sebesar 50 bps.

"Mulai berlaku 1 Mei 2020. Penurunan GWM ini akan menambah likuiditas di perbankan, sekitar Rp102 triliun," lanjut Perry.

C. Tidak memberlakukan kewajiban tambahan giro untuk pemenuhan rasio intermediasi makroprudensial (RIM). Baik untuk bank umum konvensional, bank umum syariah, maupun unit usaha syariah, dengan lama waktu 1 tahun.

Kebijakan ini akan mulai berlaku 1 Mei 2020, dengan tambahan likuiditas di perbankan mencapai Rp15,8 triliun.

"Sehingga, dari penurunan GWM rupiah maupun juga tidak melakukan kewajiban tambahan RIM, akan kembali menambah injeksi likuiditas sekitar Rp102 triliun plus Rp15,8 triliun, kurang lebih Rp117,8 triliun. Itu menambah tadi, injeksi likuiditas atau QE yang sudah kami lakukan sebesar hampir Rp300 triliun," jelas Perry.

Ketiga, untuk memperkuat likuiditas perbankan dan sehubungan dengan penurunan GWM rupiah tersebut, BI akan menaikkan rasio penyangga likuiditas makroprudensial (PLM), sebesar 200 bps untuk bank umum konvensional, dan sebesar 50 bps untuk bank umum syariah maupun unit usaha syariah. Kebijakan ini mulai diberlakukan pada 1 Mei 2020.

Kenaikan rasio PLM tersebut, wajib dipenuhi melalui pembelian SUN dan SBSN yang akan diterbitkan oleh pemerintah di pasar perdana.

"Dengan langkah-langkah ini, tidak hanya likuiditas perbankan itu akan meningkat, kemampuan manajemen likuiditas di perbankan juga akan naik. Karena seluruh rasio PLM dapat direpokan ke BI. Dan pada saat yang sama, juga akan menambah pembiayaan defisit fiskal oleh pemerintah," ujarnya.

Keempat, untuk semakin memeperluas penggunaan transasksi pembayaran secara non-tunai, dalam memitigasi dampak Covid-19, BI meningkatkan berbagai instrumen kebijakan sistem pembayaran sebagai berikut:

A. Mendukung program pemerintah dalam percepatan penyaluran program-program bantuan sosial (bansos) secara non-tunai kepada masyarakat. Bekerja sama dengan penyelenggaran sistem pembayaran (PCSP), baik bank maupun non-bank. Melalui akselerasi elektronifikasi penyaluran program-program bantuan sosial pemerintah, baik PKH, BPNT, Kartu Prakerja, maupun juga KIP

B. Meningkatkan sosialisasi dan kampanye kepada masyarakat bersama pcsp baik bank non bank, agar lebih banyak lagi yang menggunakan pembayaran non tunai. Baik menggunakan digital banking, uang elektronik, maupun QRIS di merchant-merchant dan pasar tradisional.

C. Melonggarkan kebijakan kartu kredit, terkait dengan penurunan batas maksimum subung, nilai pembayaran minimum dan besaran denda keterlambatan pembayaran, serta mendukug kebijakan penerbit kartu kredit untuk memperpanjang jagka waktu pembayaran bagi nasabah.
 

338

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR