Home Ekonomi Pusing Angsuran Leasing, Pengusaha Truk Juga Khawatir Begal

Pusing Angsuran Leasing, Pengusaha Truk Juga Khawatir Begal

Semarang, Gatra.com – Para pengusaha truk yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jateng dan DIY mengaku menghadapi situasi cukup pelik selama pandemi Covid-19. Sektor bisnis angkutan barang turut terhantam kian hari. 

Tentunya selain jumlah muatan yang berkurang dan sepi. Para pengusaha mulai kelimpungan untuk membayar kewajiban kepada perusahaan leasing. Pengusaha masih banyak mengambil kredit angsuran armada truk.

“Insentif penundaan pembayaran leasing sudah diajukan, namun semuanya belum mendapat jawaban tegas dari perusahaan leasing,” kata Bambang Widjanarko, Wakil Ketua DPD Aptrindo Jateng dan DIY, kepada Gatra.com, Sabtu (18/4).

Untuk mensiasati operasional angkutan truk tetap berjalan, sistem operasional diterapkan dengan perbandingan tiga unit truk yang sudah lunas akan menggendong satu truk yang masih kredit.

“Kalau satu unit truk lunas harus menggendong satu truk yang masih kredit itu gak mungkin, karena truk yang dikandangin kan gak ada biaya,” katanya.

Persoalan baru juga dikhawatirkan muncul seperti kriminalitas begal muatan truk kembali marak selama kondisi belum normal. Bahkan permintaan upeti dari preman dari preman di jalanan sudah dialami oleh beberapa transportir.

Kerawanan di jalan menurutnya saat ini sangat sulit diduga. Bukan lagi pada spot-spot tertentu saja yang biasa kerap rawan begal.

“Ekonomi lagi sulit, persoalan baru yang muncul masalah keamanan dari para begal yang semakin berani,” katanya.

Namun begitu, dia tetap mempercayai kepada apparat kepoliasian di jajaran Polda Jateng yang masih bisa menguasai keadaan di jalanan.

“Sekarang pola jalannya konvoi berbondong-bondong dan jika perlu untuk muatan barang tertentu minta pengawalan khusus,” ujar Bambang.

Kekhawatiran lainnya yakni jika kondisi pandemi ini terus berlarut-larut akan berdampak pada para supir dan kernet. Selama ini hubungan antara pengusaha truk dengan sopir kernet dalam angkutan barang adalah mitra.

“Sopir kebanyakan berstatus mitra, kalau jalan ya ada bagi hasil, kalau diam ya tidak ada biaya sopir dan kernet,” katanya.

Bambang menyebut, kondisi order atau utilisasi untuk antar dan pulang angkutan barang selama pandemi Covid-19 turun drastis hanya bertahan di angka 40 persen.

“Jangan sampai turun sampai 10 persen. Kami sulit sekali jika sampai harus mendengar ada sopir atau kernet yang sampai tidak bisa makan,” keluhnya.

Untuk utilisasi angkutan yang masih dijalankan diantaranya order dari perusahaan BUMN dengan sistem termin pembayaran yang masih terjamin. Sementara dari sektor swasta masih dilayani meski pembayaran tidak jelas kapan akan terlunasi.

“Kalau angkut punya swasta bayarnya molor gak karuan, tapi masih kami angkut daripada tidak ada utilisasi, ketimbang truknya nganggur,” katanya.

1771

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR