Home Politik Rekam Jejak Ravio Patra, Aktivis Diretas Sebelum Ditangkap

Rekam Jejak Ravio Patra, Aktivis Diretas Sebelum Ditangkap

Jakarta, Gatra.com - Peneliti kebijakan publik dan pegiat advokasi legislasi, Ravio Patra dikabarkan ditangkap pada Rabu (22/4) malam. Media sosial dan massa ramai memberitakan hilangnya aktivis itu pada pagi hari tadi, Kamis (23/4).

Direktur SAFEnet, Damar Juniarto membenarkan kabar tersebut dan memberikan kesaksian sebelum Ravio hilang. Awalnya pada Selasa siang pukul 14.00 WIB, Ravio mengadu kepadanya kalau ada pihak yang meretas WhatsApp miliknya. Hal itu diperkuat dengan pemberitahuan, "You've registered your number on another phone" yang sempat Ravio tunjukkan kepadanya.

"Setelah Ravio melakukan pengecekan kotak masuk SMS, ternyata ada permintaan pengiriman One Time Password (OTP) yang biasanya dipakai untuk mengonfirmasi perubahan pada pengaturan Whatsapp," kata Damar melalui keterangan resminya kepada Gatra, Kamis (23/4).

Damar melanjutkan, sebelum peretasan WhatsApp itu, Ravio sebenarnya mendapatkan beberapa kali panggilan telepon yang beragam pada pukul 13.19-14.05 WIB, di antaranya nomor 082167672001, 081226661965 dan nomor telepon asing kode negara Malaysia dan Amerika Serikat. Gatra pun mengecek dua nomor tersebut melalui aplikasi Getcontact dan hasilnya menunjukkan bahwa nomor itu milik AKBP HMS dan Kolonel AAD.

Damar tak mengetahui apa peran dua penelepon itu. Di luar itu, ia menduga pelaku pembobolan menemukan cara mengakali nomor mereka untuk bisa mengambil alih Whatsapp yang sebelumnya didaftarkan dengan nomor Ravio. Ia menambahkan, besar kemungkinan pembobol sudah bisa membaca semua pesan masuk lewat nomer tersebut karena OTP dikirim ke nomer Ravio.

"Ravio sudah menerapkan keamanan berlapis pada WhatsApp miliknya, dia telah menerapkan two way verification dan juga memasang sidik jari, meski nampaknya kemampuan penyadap bisa menembus semua itu," terang dia.

Damar menyebut Ravio sendiri sempat mengumumkan peretasan itu melalui akun @raviopatra di Twitter. Di kicauannya itu ia meminta agar jangan ada yang mengontak dan menanggapi pesan dari nomornya. Ia juga meminta rekan-rekannya agar akunnya dikeluarkan dari berbagai WhatsApp Group.

Alhasil selama dua jam setelah membuat pengumuman itu, tepatnya pada pukul 19.00 WIB, WhatsApp milik Ravio akhirnya berhasil dipulihkan. Namun selama diretas, pelaku menyebarkan pesan palsu berisi sebaran provokasi sekitar pukul 14.35 WIB.

Pesan yang dikirimkan ke sejumlah nomor tidak dikenal itu berbunyi, "KRISIS SUDAH SAATNYA MEMBAKAR! AYO KUMPUL DAN RAMAIKAN 30 APRIL AKSI PENJARAHAN NASIONAL SERENTAK, SEMUA TOKO YG ADA DIDEKAT KITA BEBAS DIJARAH".

Damar meyakini motif penyebaran pesan itu untuk menempatkan Ravio sebagai salah satu pihak yang dijebak untuk membuat kerusuhan. Kemudian sekitar pukul 19.14 WIB, Ravio menghubunginya dan menyebut bahwa dirinya sempat dicari orang tak dikenal bertampang menyeramkan.

"(Dia bilang), Mas, kata penjaga kosanku ada yg nyariin aku tapi udah pergi. Tampangnya serem," ujar Damar menirukan pernyataan Ravio. Ravio pun diminta untuk mematikan gawai dan mencabut baterainya, lalu mengevakuasi diri ke rumah aman.

Setelah lebih dari 12 jam tak bisa dihubungi, Ravio pun dikabarkan telah ditangkap oleh intel polisi di depan rumah aman. Kabar itu diterima Damar pada hari ini pukul 08.00 WIB.

Polisi Membenarkan Ravio Ditangkap

Polisi membenarkan bahwa Ravio telah ditangkap jajaran Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Humas Polri Brigjen Pol Argo Yuwono menyebut awalnya saksi berinisal DR yang menyampaikan laporan pesan provokatif itu ke Polda Metro Jaya. Namun Argo tak membeberkan hubungan pelapor dengan Ravio.

Setelah didapati nomor itu milik Ravio, Polisi pun melacak posisinya. Aktivis jebolan Universitas Padjajaran itu ditangkap saat akan naik kendaraan kedutaan Belanda di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

"Setelah kita profiling bahwa nomor itu ada nomornya atas nama RPS yang dilacak keberadaannya berada di Menteng, Jakarta Pusat, kemudian diamankan pada saat memasuki kendaraan berpelat CD (Corps Diplomatic) dari kedutaan Belanda," kata dia saat konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis sore ini.

Saat ini penyidik gawai Ravio pun disita dan diperiksa ke Pusat Laboratorium Forensik untuk mengetahui jejak digitalnya.

Gatra menghubungi Kepala Advokasi LBH Pers, Ade Wahyudin yang mengawal kasus ini. Ia menuturkan bahwa tim advokasi sempat kesulitan saat hendak mendampingi Ravio. "Iya di awal sempat kesulitan. Karena belum memegang surat kuasa. Namun setelah mendapat surat kuasa, kami bisa mendampingi," kata Ade Kamis malam.

Saat ini, Ade memastikan Ravio telah didampingi tim kuasa hukum.

Rekam Jejak Ravio

Nama Ravio tak asing di ranah aktivisme. Ia aktif mengkritisi kebijakan pemerintah yang tengah berjalan. SAFEnet membeberkan, Ravio sempat mengkritik Staf Khusus Presiden Billy Mambrasar yang diduga kuat terlibat konflik kepentingan dalam proyek-proyek pemerintah di Papua. Tak hanya itu, Ravio juga sempat menuliskan kritiknya tentang penanganan Covid-19 di Tirto.id.

"Kritik tersebut berkaitan dengan apa yang selama ini dikerjakan Ravio Patra, yaitu mendorong Indonesia untuk lebih transparan dan terbuka terutama karena tiga tahun terakhir Ravio aktif sebagai wakil Indonesia dalam Steering Committee Open Government Partnership (SC OGP)," terang Damar.

Sempat mengisi posisi peneliti di Open Governmet Partnership, Ravio kini menjabat sebagai pembuat program di Westminster Foundation for Democracy (WFD). Lembaga yang didukung Kedutaan Inggris dan Kanada ini fokus mengawasi peran DPR dan juga menyoroti regulasi yang mendiskriminasi perempuan, penyandang disabilitas, dan minoritas sosial serta agama.

Keberpihakannya terhadap kaum yang lemah juga ia tunjukkan tatkala mengemban posisi Koordinator Nasional di Youth Network on Violence against Children pada 2016, lembaga yang masih jadi bagian dari UNICEF Indonesia. Di sini ia aktif menanggapi masalah kekerasan terhadap anak-anak. Setahun sebelumnya, Ravio juga sempat mengisi kursi Direktur Program di Allied Children against Violence (Action!) dengan misi yang sama, menghilangkan praktik kekerasan terhadap anak-anak.

Pada 2017-2018, Ravio sempat bekerja di media The Jakarta Post sebagai Strategy Excecutive. Ia ditugaskan untuk menyusun strategi bisnis dengan klien dan mitra media itu.

Di samping pekerjaannya, Ravio aktif mempublikasikan beberapa tulisannya, yakni "Agenda Pembangunan Berkelanjutan Pasca-2015 dalam Semangat Egalitarianisme Global" di Jurnal Mahasiswa Hubungan Internasional UNPAD, ESENSI.

Selain itu, ia juga tercatat sebagai pemakalah terbaik dalam dalam ajang pertemuan nasional Mahasiswa Hubungan Internasional se-Indonesia ke-24 di Universitas Gajah Mada. Bersama rekannya, Ravio menulis makalah yang berjudul "Prinsip Nonintervensi dalam Upaya Resolusi Krisis Kemanusiaan Rohingya: Kajian terhadap Human Security dan Urgensi Legitimasi Badan HAM Asean".

Saat bekerja bersama The Open Government Partnership (OGP), Ravio menulis laporan perkembangan kinerja pemerintah sepanjang 2016-2017. Ia menyebut akses informasi cenderung meningkat, namun dukungan politik untuk pemerintahan yang transparan masih kurang.

Ravio juga menulis opini di beberapa media, di antaranya Magdalene dengan judul "We Should All Stop Being Feminists" dan The Jakarta Post dengan tajuk "Is KPK a Saint?".

763