Home Teknologi BSA Luncurkan Panduan Hadapi Ancaman Siber di Era Pandemi

BSA Luncurkan Panduan Hadapi Ancaman Siber di Era Pandemi

Jakarta, Gatra.com – Kasus kejahatan siber kini menjelma ancaman baru bagi setiap negara di dunia. Pola dan tindak kejahatan yang semula berlaku konvensional kini beralih ke digital seiring kemajuan informasi dan teknologi. Sadar akan daya ancam kejahatan siber yang semakin meninggi, The Software Alliance atau BSA sebagai badan pendukung industri perangkat lunak global menerbitkan panduan bagi perusahaan khususnya di ASEAN untuk melindungi diri dari ancaman penjahat siber.

Tak hanya itu badan yang bermarkas di Washington DC, Amerika Serikat itu juga mengurai tindak kejahatan siber yang terjadi selama masa pandemi COVID-19. Setidaknya dari catatan BSA, telah terjadi kejahatan siber mulai dari phishing dan smishing hingga kebocoran data dan Zoom Bombing. BSA memandang perlu menerbitkan sebuah panduan untuk membantu eksekutif bisnis memahami tingginya risiko bisnis serta langkah keamanan siber yang diperlukan selama wabah corona berlangsung.

Menurut buku elektronik yang disusun BSA | The Software Alliance, kejahatan siber di era COVID-19 adalah ancaman yang besar, karena penjahat siber mampu mengambil keuntungan dari kondisi tersebut. Buku panduan yang berjudul “COVID-19 dan Ancaman Siber di Asia Tenggara” ini menggambarkan kondisi dimana banyak bisnis di Asia Tenggara rentan terhadap ancaman siber di masa pandemi, terutama dengan banyaknya karyawan yang bekerja di luar jaringan perusahaan.

Penjahat siber dengan menggunakan jaringan komputer melakukan aktivitas ilegal dengan beragam metode serangan seperti phising, malware, surat elektronik palsu, aplikasi yang disamarkan. “Selama beberapa tahun, penting bagi para eksekutif perusahaan untuk lebih memperhatikan keamanan siber karena dampak yang masif ditimbulkan oleh kejahatan siber. Sekarang ini ancaman meningkat dan kawasan ASEAN sangat rentan untuk bertahan, karena serangan-serangan yang tidak terlaporkan dan meluasnya penggunaan perangkat lunak tanpa izin di sini,” ucap Senior Director Business Software Alliance, Tarun Sawney dalam penjelasan persnya, Selasa (5/5).

Tarun berharap dokumen tersebut dapat menjadi panduan bagi eksekutif untuk mengarahkan staf bekerja jarak jauh tanpa mengabaikan aspek keamanan dan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan. Buku pedoman tersebut dapat diunduh secara gratis mulai Selasa ini (5/5) di situs cyberfraudprevention-bsa.com dalam pilihan bahasa: Inggris, Vietnam, dan Bahasa Indonesia.

“Buku elektronik ini menawarkan deskripsi dari taktik kejahatan siber dan saran bagi para eksekutif tentang melindungi karyawan mereka dari menjadi korban kejahatan seperti menggunakan perangkat lunak yang aman untuk menjalankan semua operasional bisnis dari komunikasi hingga jaringan keamanan dan melatih karyawan untuk mengidentifikasi potensi upaya phishing,” ujarnya.

Panduan ini juga menampilkan statistik terperinci yang dikumpulkan dari berbagai penelitian termasuk dari anggota BSA seperti IBM dan McAfee tentang dampak kejahatan siber dan pelanggaran data secara umum pada bisnis serta contoh-contoh kasus berat yang belakangan terjadi di kawasan ASEAN.

“Kami memandang Covid-19 sebagai pertempuran di berbagai bidang. Tentu saja ada krisis di bidang kesehatan, ekonomi, komunikasi, hingga persoalan potensi kejahatan. Salah satunya kejahatan siber yang meningkat saat aktivitas online juga meningkat. Isu global yang kita alami saat ini telah melahirkan budaya baru diikuti dengan banyak orang bekerja dari rumah maupun dari mana saja ke depannya,” kata Tarun.

Selain peningkatan keamanan di sektor perusahaan, Tarun juga mengimbau bagi para pelaku bisnis agar menekankan disiplin penggunaan aplikasi kepada seluruh karyawan. “Satu hal penting yang perlu kami sarankan bagi para pimpinan bisnis adalah memastikan karyawan mereka menggunakan perangkat lunak profesional berkualitas dan platform khusus untuk perusahaan dan memastikan tidak ada karyawan yang menggunakan aplikasi konsumen untuk pekerjaan. Keamanan siber bukan lagi masalah untuk departemen IT, tetapi juga menjadi masalah pada tingkat pimpinan,” ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika, Henri Subiakto mengatakan penting bagi perusahaan dan masyarakat memiliki kesadaran yang tinggi terhadap cyber security. Ia turut mengapresiasi terbitnya buku panduan “COVID-19 dan Ancaman Siber di Asia Tenggara” yang bermanfaat bagi banyak kalangan.

“Aktivitas yang semakin banyak dilakukan secara online harus diimbangi dengan upaya mempertahankan keamanan informasi yang menjadi semakin penting pula. Hal ini sangat penting dan sangat menantang. Kami berharap perusahaan-perusahaan mengambil sebanyak mungkin langkah pencegahan untuk melindungi bisnis mereka dari serangan siber yang sangat berbahaya dan merugikan,” ujar Henri.

353