Home Ekonomi Masalah Pertumbuhan Ekonomi Drop, Turunnya Konsumsi RT

Masalah Pertumbuhan Ekonomi Drop, Turunnya Konsumsi RT

Jakarta, Gatra.com- Pertumbuhan ekonomi Indonesia year on year menurun drastic. Pada Triwulan I 2020, merosot ke angka 2,7%. Padahal, meriview tahun sebelumnya, pada 2019, pertumbuhan ekonomi sebesar 5,07%, tahun 2018 angkanya 5,06%, dan 2016 mencapai 4,94%. Pengamat Ekonomi Indef, Tauhid Ahmad menuturkan, penurunan tersebut lebih disebabkan faktor konsumsi rumah tangga.

“ Ini di luar siklus kebiasaan. Sumber pertumbuhan ekonomi drop karena konsumsi rumah tangga. Pertumbuhan ekonomi pada 2019 Triwulan I, sumber pertumbuhannya dari konsumsi rumah tangga mencapai 2,75%. Kalau sekarang 2,9 pertumbuhan ekonomi rumah tangga hanya 1,56, sumbangan dalam PDB. Konsumsi rumah tangga, hampir 119%. Turun sekali karena kondisi ini. Faktor utama di konsumsi rumah tangga,” ujarnya dalam konferensi pers virtual Indef, Rabu (6/5).

Tauhid menyebutkan, PHK massal sangat memengaruhi daya beli masyarakat. Meski, masyarakat masih mempertahankan konsumsi rumah tangga, terutama untuk sektor makanan dan minuman. Oleh karena itu, pengamat Indef ini memperkirakan, industri makanan dan minuman dapat bertahan, walau terjadi penurunan daya beli sebesar 4,1%.

Konsumsi rumah tangga lainnya yang paling terdampak yaitu transportasi dan komunikasi serta restoran dan hotel. Berdasarkan data BPS, penurunan pada bidang transportasi dan komunikasi sebesar 135,3%. Sedangkan penurunan pemasukan dari sektor restoran dan hotel mencapai 57,6%.

“Paling besar ditopang industri makanan dan minuman. Dilihat pertumbuhan 2020, berwarna merah skala nasional. Kelangkaan bahan baku turut menjadi problem. Korban cukup besar di bidang transportasi. Kunjungan wisatawan biasanya di Maret. Ini melukiskan paruh waktu 3 bulan. Kita agak lambat mengantisipasi dampak covid-19,” ucap Tauhid.

Menurutnya, pemerintah telah melakukan upaya stimulus fiskal melalui perubahan anggaran K/L dan DTKD. Penghematan belanja sebesar Rp190 triliun dan realokasi belanja sebesar Rp55 triliun diharapkan dapat mendorong ekonomi domestik bertumbuh.

“ Yang paling cukup umum yakni jaring pengaman sosial, tetapi anggaran harus cukup merata. Terutama soal pajak, menanggulangi PHK, dan keringanan fasilitas pinjaman. Seharusnya kita memikirkan uang, angka 2,5% PDB masih terlalu kecil,” katanya.

Tauhid memberikan catatan penyebab terjadinya penurunan daya beli masyarakat. Menurutnya, kartu sembako mengalami keterlambatan, sehingga kurang dapat menambal konsumsi masyarakat. Selanjutnya, stimulus fiskal jilid II, pemerintah menurunkan PPh dan PPN juga kurang memberikan efek.

“ Untuk mendorong konsumsi rumah tangga maka bantuan sosial sebaiknya diperbesar untuk 40% penduduk. Diperluas untuk menjangkau masyarakat ter-PHK, dirumahkan tanpa dibayar, dan kelompok hampir atau rentan miskin,” tuturnya.

483