Home Internasional Australia Didesak Cabut Beasiswa IM Terduga Pelaku Pelecehan

Australia Didesak Cabut Beasiswa IM Terduga Pelaku Pelecehan

Yogyakarta, Gatra.com - Pemerintah Australia didesak mencabut beasiswa studi S2 di University of Melbourne untuk Ibrahim Malik (IM), alumnus Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Ibrahim diduga menjadi pelaku kekerasan seksual pada sedikitnya 30 perempuan di Yogyakarta dan Melbourne.

Desakan pencabutan beasiswa ini disuarakan oleh Koalisi Peduli Perempuan yang beranggotakan para alumnus University of Melbourne dari Indonesia.

“Hari ini, kami mengirimkan laporan hasil petisi online pada pihak pemerintah Australia terkait dugaan kasus pelecehan/ kekerasan seksual yang dilakukan terduga Ibrahim Malik,” ujar Retno Agustin, perwakilan Koalisi Peduli Perempuan, di Yogyakarta, Selasa (12/5).

Petisi melalui change.org ini mendesak pencabutan beasiswa Ibrahim yang kini menempuh S2 'Master of Urban Planning'. Dalam enam hari, petisi ini mendapat 10.334 dukungan tanda tangan.

“Kami lagi memantau respons (pemerintah Australia). Akan ditunggu dalam tujuh hari. Kalau belum ada respons, ya disurati lagi karena petisi masih jalan,” ujar Retno kepada Gatra.com.

Menurutnya, petisi ini bentuk kegelisahan atas dugaan praktik kekerasan seksual dan tidak adanya penghormatan pada hak asasi perempuan oleh penerima beasiswa Australia Award Indonesia (AAI). Sebelum petisi online ini, sebagian alumnus pun telah mengirimkan surat serupa pada pihak AAI.

Para alumni beasiswa berharap AAI turut melakukan investigasi dugaan pelecehan dan kekerasan seksual Ibrahim Malik dan memberi pendampingan psikologis dan hukum kepada penyintas.

Selain itu, AAI diminta membangun koordinasi dengan pihak-pihak yang mengadvokasi kasus ini agar penanganan kasus sesuai koridor hukum dan membawa keadilan bagi penyintas.

“Kami meminta AAI menerapkan zero tolerance pada perilaku pelecehan seksual dengan mencabut beasiswa serta merekomendasikan pencabutan visa terduga pelaku setelah melakukan investigasi internal tanpa harus menunggu tahapan hukum di Indonesia atau Australia selesai,” ujar Retno. 

Menurutnya, langkah ini sesuai dengan kontrak antara pemberi dan penerima beasiswa bahwa AAI berhak menghentikan beasiswa apabila penerima beasiswa melakukan tindakan yang melampaui batas di Australia.

“Kami berharap pihak AAI melihat kontrak tersebut dengan menggunakan perspektif keadilan, kesetaraan gender, dan penghormatan hak asasi perempuan. Perspektif ini juga sejalan dengan standar pencegahan eksploitasi, pelecehan, dan kekerasan seksual yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia,” tuturnya.

Yang tak kalah penting, AAI mesti memastikan penerima beasiswa mendatang berperspektif keadilan gender, anti-kekerasan, dan menghormati hak asasi perempuan.

194