Home Politik Aktivis 98: Tantangan 98 dengan Mahasiswa Sekarang Sama Saja

Aktivis 98: Tantangan 98 dengan Mahasiswa Sekarang Sama Saja

Jakarta, Gatra.com – Aktivis 98 sekaligus aktivis Keluarga Besar Universitas Indonesia (KB UI), Ikravany Hilman, membandingkan mahasiswa angkatan 98 dengan mahasiswa saat ini. Menurutnya, situasi mahasiswa saat itu dan sekarag sebenarnya hampir sama.

"Tantangan mahasiswa 80-90-an dengan hari ini sama saja. Mungkin karena nature kelas menengah masuk kampus seperti itu. Zaman dulu ada juga tarik-menarik orang yang nonton JGTC dan turun aksi," ungkapnya dalam keterangan pers yang diterima Gatra.com di Jakarta, Minggu (24/5).

Ikra dalam diskusi virtual bertajuk "Refleksi 22 Tahun Demokrasi: Dulu, Sekarang, dan Masa Depan" yang diselenggarakan Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI), akhir pekan ini, melanjutkan, pada era 98 hampir semua mahasiswa yang tergerak karena hasil sebuah proses.

"Jadi, tidak perlu juga mahasiswa hari ini harus terobsesi untuk bergerak bersama. Jika bersama jadi satu persyaratan, nanti tidak bergerak-bergerak," ujarnya.

Pada tahun 80-90-an, mahasiswa bergerak melalui berbagai elemen, seperti di kelompok studi, di organisasi intra seperti HMI, dan kelompok kecil lainnya. Mahasiswa yang bergerak saat itu dianggap asing oleh sebagian mahasiswa. Ketika momen politik muncul, mahasiswa yang terbiasa bergerak di aktivis ini pun menjadi pemimpin.

"Situasi pada saat itu di UI ada organisasi formal, ada yang nonformal. Itu yang menjadi warna dari gerakan kemahasiswaan saat itu," ujarnya.

"Apa yang harus dilakukan mahasiswa hari ini? Saya tidak mau meletakkan model 90-an kepada mahasiswa hari ini. Waktu itu kita berhadapan dengan otoritarianisme, yang berdiskusi seperti ini saja bisa hilang," kata Ikra.

Lebih lanjut, Ikra menilai bahwa demokrasi hari ini belum cukup baik. Dia menganggap demokrasi adalah ruang pertarungan yang harus terus menurus diperjuangkan. Demokrasi dinilai sebagai sesuatu yang tidak bisa disia-siakan.

"Harusnya ada kebebasan berekspresi, berpendapat. Ini tantangan kita hari ini. Saya tidak bilang hari ini lebih mudah, bisa jadi hari ini lebih sulit dari sebelumnya," ujarnya.

Menyoroti reformasi 98, Aktivis 98, Indra Jaya Piliang, menyatakan bahwa kebebasan pers sebagai sesuatu yang harus dipertahankan.

"Om Cak Nur mengatakan bahwa yang paling genuine dari 98 yang bisa diraih dan dipertahankan adalah kebebasan pers," ungkapnya.

Menurut Indra, itu satu-satunya yang masih tersisa karena partai politik dianggap sudah dimasuki oleh anggaran duit. Mantan penggiat KSM UI ini, menambahkan bahwa parpol seharusnya independen secara keuangan. Partai-partai seharusnya harus dihidupkan oleh anggotanya sendiri.

"Orang masuk partai bukan cari uang, tapi justru menyumbang. Justru saat ini anggaran itu dibebankan ke negara," kata dia.

Indra pun menilai, demokrasi semakin lama dilhat berdasarkan kuantitatif. "Demokrasi dinilai dari jumlah vote dan lain-lain. Sementara reformasi 98 bukan pada vote, tapi pada kualitatif, pada kualitas yang diperjuangkan," katanya.

1189