Home Politik Pelaksanaan Pilkada Bulan Desember Dinilai Berisiko Besar

Pelaksanaan Pilkada Bulan Desember Dinilai Berisiko Besar

Jakarta, Gatra.com - Deputi Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati mengatakan bahwa pelaksanaan Pilkada yang tetap dilaksanakan pada bulan Desember mendatang memiliki resiko yang besar.

Secara umum, resiko tidak hanya sebatas bahwa pandemi Covid-19 belum mereda tetapi juga bagaimana proses dari tiap-tiap tahapan bisa berjalan maksimal. Padahal jika pemungutan suara Pilkada tetap dilaksanakan pada bulan Desember, maka berbagai tahap pelaksanaan yang sebelum tertunda harus dijalankan mulai bulan Juni. 
 
"Seolah-olah tidak ada pilihan. Tidak memperhatikan yang lainnya. Padahal KPU menyiapkan tiga skenario," kata Khoirunnisa pada telekonferensi pers, Kamis (28/5).
 
Sebelum benar-benar diputuskan pada rapat dengar pendapat (RDP) bulan April lalu, KPU sejatinya telah menyiapkan tiga skenario untuk melanjutkan tahapan Pilkada, yakni diundur Desember 2020; Maret 2021; atau September 2021. Namun, pengambil keputusan lebih memilih tetap dilaksanakan pada tahun ini. 
 
 
"Ketika bicara Pemilu, maka tidak hanya sekadar pemungutan suara. Tahapannya panjang, dan perlu mengumpulkan banyak orang," tambahnya. 
 
Untuk mendorong realisasi penundaan itu ke tahap kongkret sehingga Pilkada dapat ditunda hingga 2021, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pilkada Sehat membuat petisi online melalui change.org yang akan menghimpun 1.500 petisi. 
 
Pendapat sejalan juga diungkapkan oleh Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif Veri Junaidi yang menilai bahwa Pilkada tidak bisa dilaksanakan pada Desember. Menurutnya, beberapa tahapan tidak mungkin bisa dilaksanakan di tengah pandemi. 
 
 
"Tahapan membutuhkan partisipasi publik yang luas, dan interaksi yang tinggi dalam pemilih," ujarnya. 
 
Selain itu, masalah juga datang terkait anggaran Pilkada. Sejak diterapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dimana terdapat pembatasan di beberapa wilayah, sehingga banyak kebijakan pemerintah untuk melakukan efisiensi dan pengalihan anggaran di semua sektor. 
 
Veri juga menilai bahwa hasil keputusan ini tidak lepas dari KPU yang tidak memiliki sikap kuat untuk meyakinkan para pengambil keputusan bahwa Pilkada bisa ditunda sampai 2021. Oleh karena itu, baik KPU dan Bawaslu harus membuat asesmen yang sangat kuat terkait masalah internal yang menimpa mereka. 
 
"Sebaiknya KPU melakukan asesmen kembali. Situasi sekarang agak sulit melaksanakan pilkada. Hal Ini sudah dirasakan penyelenggara Pemilu," tambahnya. 
 
Menurut Veri, KPU harus melakukan asesmen terhadap seluruh tahapan yang ada. Kemudian hasil dari asesmen tersebut harus diserahkan secara terbuka baik kepada publik maupun kepada pemerintah. 
179