Home Politik Pengamat: Kurva Belum Landai, Wacana New Normal Terburu-Buru

Pengamat: Kurva Belum Landai, Wacana New Normal Terburu-Buru

Jakarta, Gatra.com – Wacana kebijakan normal baru atau new normal yang digaungkan pemerintah akan menjadi batu uji dalam mengatasi kondisi pelemahan ekonomi dan peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. Pemerintah sendiri saat ini sudah menyiapkan aturan untuk menjalani new normal.

Menteri Kesehatan RI, Terawan Agus Putranto telah menyusun protokol kesehatan terkait kehidupan new normal lewat surat edaran nomor HK.02.01/MENKES/335/2020 tentang pencegahan penularan virus corona di tempat kerja sektor usaha dan perdagangan dalam mendukung keberlangsungan usaha.

Pengamat Kebijakan Publik, Wibisono menyatakan kebijakan new normal akan menjadi indikator penting dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Kebijakan PSBB yang selama ini diambil menurutnya telah melahirkan trade off antara kesehatan dan ekonomi masyarakat.

Menurut Wibi, istilah new normal atau kenormalan baru adalah istilah dalam bisnis dan ekonomi yang merujuk kepada kondisi-kondisi keuangan usai krisis keuangan (2007-2008), resesi global (2008–2012), dan berlanjut pada pandemi Covid-19. Dirinya mengatakan sebelum pemerintah mengambil kebijakan new normal harus didasari dengan fakta dan “keputusan” yang kuat.

“Istilah (new normal) tersebut dipakai pada berbagai konteks lain untuk mengimplikasikan bahwa suatu hal yang sebelumnya dianggap tidak normal atau tidak lazim,tapi apa cocok diterapkan di Indonesia dalam masa PSBB ini? sedangkan kurva korban ODP-PDP belum turun, dan yang meninggal belum mencapai puncaknya, malah cenderung meningkat tajam pasca lebaran,” ujarnya dalam keterangan kepada Gatra.com, Jumat (29/5).

Dirinya mengutip data BNPB per 27 Mei 2020 dimana terjadi penambahan 686 kasus sehingga total kasus sejak 2 Maret 2020 hingga 27 Mei 2020 tercatat 23.851 kasus Covid-19 di Indonesia. “Saya rasa wacana new normal ini terlalu terburu-buru. Mengingat peningkatan kasus positif covid-19 masih cukup tinggi sehingga masih diperlukan kajian, terutama untuk membuat roadmap, hingga aturan regulasi agar bisa tegas melaksanakan protokol kesehatan,” kata Wibi.

Merujuk pada laporan harian penambahan tertinggi kasus Covid-19 terjadi pada 21 Mei 2020 dengan total 973 kasus. Oleh karenanya, sambung Wibi, belum terlihat indikator yang kuat bagi pemerintah untuk bersegera memberlakukan new normal.

“Laporan kasus memang menurun sejak saat itu, tapi tak mengindikasikan kurva melandai. Hal ini dibuktikan dengan 21 laboratorium di daerah yang belum melaporkan hasil pemeriksaan spesimen pada 27 Mei 2020 pukul 12.00 WIB. Padahal laporan harian berdasar akumulasi pemeriksaan spesimen 87 laboratorium di seluruh Indonesia,” ujarnya.

Pembina Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara (LPKAN) itu menyatakan agar pemerintah tidak gegabah dalam mengambil keputusan yang berdampak bagi masyarakat. “Kenyataannya corona belum dapat ditaklukkan oleh pemerintah Indonesia yang ingin ingin ‘berdamai’ dengan corona. Pernyataan Presiden Joko Widodo yang menegaskan keinginan untuk hidup berdampingan dengan corona belum bisa tercapai bila melihat kondisi ini," pungkasnya.

166