Home Kebencanaan Kisruh BLT, Dua Kubu Warga di Tegal Nyaris Adu Jotos

Kisruh BLT, Dua Kubu Warga di Tegal Nyaris Adu Jotos

Slawi, Gatra.com - Penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa di Sidamulya, Kecamatan Warureja, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah memicu keributan di kalangan warga, Rabu (3/6). Sebagian warga menilai penyaluran bantuan tidak transparan.

Keributan itu bermula saat belasan warga mendatangi kantor desa setempat untuk mempertanyakan penyaluran BLT yang berasal dari Dana Desa. Mereka menuding penyaluran bantuan uang tunai sebesar Rp600 ribu itu tidak tepat sasaran karena banyak warga yang tidak mendapat bantuan. Mereka juga meminta agar besaran BLT dipotong dan dibagi rata ke warga yang tidak dapat.

Kedatangan warga yang memprotes BLT tersebut mengundang puluhan warga lain yang kontra dan mendukung pemerintah desa untuk tidak memenuhi tuntutan pemotongan dana BLT untuk dibagi rata. Akibatnya keributan terjadi di antara warga hingga nyaris berujung adu pukul.

Untungnya hal itu bisa dicegah oleh personel Polsek Warureja dan Sabhara Polres Tegal yang didatangkan ke kantor desa. Suasana yang tadinya panas berangsur kondusif setelah warga mempertanyakan penyaluran BLT dan warga yang mendukung pemerintah desa dibubarkan.

Salah satu warga yang memprotes penyaluran BLT, Siswanto mengatakan, protes dilakukan karena pemerintah desa tidak transparan dalam menyalurkan BLT Dana Desa.

"Kami murni yang hadir di sini bukan dikompori. Ini kegelisihan masyarakat karena pemerintah desa tidak transparan. BLT Dana Desa tidak dipajang nama-nama penerimanya. Jadi masyarakat menuntut keterbukaan," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Desa Sidamulya Pramono mengatakan, penyaluran BLT dari Dana Desa mengacu pada Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 6 Tahun 2020.

"Sasaran BLT untuk warga miskin yang terdampak covid-19, jumlahnya 600 ribu selama tiga bulan. Masyarakat yang datang menghendaki dibagi rata, kami tidak berani. Kalau dibagi rata 200 atau 300 kami berarti menyalahi aturan," ujarnya.

Pramono juga menampik jika penyaluran bantuan tidak transparan. Sebab pendataan warga yang menerima bantuan juga melibatkan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Ketua RT agar tepat sasaran.

"Kami juga sudah membuat semacam stiker. Rumah yang mendapat bantuan akan dipasangi stiker itu, sehingga akan? ketahuan rumah mana yang belum dapat bantuan," ujarnya.

Menurut Pramono, polemik terkait penyaluran bantuan dampak Covid-19 terjadi karena nominal bantuan yang disalurkan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten berbeda-beda serta data penerima dari pusat yang tidak valid sehingga terjadi data ganda.

"Kami kepala desa, seluruh kepala desa di Indonesia mengalami polemik yang sama," ujarnya.

725