Home Politik New Normal Bikin Bingung, Infeksi Tinggi, Masyarakat Cuek

New Normal Bikin Bingung, Infeksi Tinggi, Masyarakat Cuek

Jakarta, Gatra.com – Pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diikuti pola normalitas baru (new normal) mulai diterapkan oleh sebagian masyarakat. Sepekan terakhirnya misalnya terlihat masyarakat yang kembali beraktivitas dan memadati jalan di berbagai daerah. Tak hanya itu kegiatan berkerumunan juga terlihat seiring dengan adanya pembukaan fasilitas publik.

Banyak yang khawatir kondisi tersebut akan membawa gelombang pandemi Covid-19 tahap kedua di Indonesia. Terlebih lagi lemahnya kontrol dari pemerintah serta kebijakan yang sering berubah. Wakil Ketua Fraksi PKS, Sukamta mengatakan pemerintah dalam hal ini presiden beserta jajarannya terlalu sering mewacanakan pelonggaran dan penerapan new normal.

Akibatnya “kampanye” kebijakan new normal itu disinyalir menyulitkan upaya penanganan Covid-19. “Terakhir [data 6 Juni] jumlah kasus positif pecahkan rekor dengan angka 1.043, kemudian kembali pecah rekor dengan angka 1.241 kasus positif. Mestinya dengan kondisi seperti ini masyarakat semakin waspada dan berhati-hati, semakin ketat menjalankan protokol kesehatan. Namun demikian yang terlihat malah masyarakat semakin longgar, terlihat masih banyak yang tidak mengenakan masker dan tidak menjaga jarak,” ucap Sukamta dalam keterangannya kepada Gatra.com, Kamis (11/6).

Menurutnya terjadi kekeliruan dan gagal paham di masyarakat akibat wacana pelonggaran dan new normal yang digaungkan pemerintah. Sosialisasi new normal menurutnya juga tidak berhasil karena lemahnya protokol komunikasi. “Sebagian masyarakat mempersepsi pernyataan-pernyataan pemerintah anggap kondisi saat ini sudah normal dan bisa beraktivitas seperti biasa. Padahal dulu saat jumlah kasus positif masih sedikit, masyarakat terlihat sangat waspada,” katanya.

Menurut anggota DPR RI asal Yogyakarta ini, pernyataan presiden saat mengunjungi Gedung BNPB pada Kamis lalu (10/6) merupakan pernyataan yang “maju-mundur” serta tidak jelas arahnya. Dalam kesempatan itu Jokowi mengatakan bahwa pemerintah akan melakukan pengetatan dan penutupan kembali jika dalam perkembangan ditemukan kenaikan kasus baru.

“Pernyataan presiden ini tidak ada penjelasan lebih lanjut, dan seperti itu kebiasaan yang terjadi sehingga sering timbulkan kebingungan. Pemerintah wacanakan new normal kan karena pertimbangan ekonomi. Jika dilakukan pengetatan dan penutupan lagi apakah tidak takut mengganggu ekonomi lagi,” ujarnya.

Ia menjelaskan kebijakan yang digodok pemerintah seringkali tidak rigid dan berdasar pada pertimbangan dan kajian yang matang. “Baru saja menteri perhubungan lakukan sejumlah pelonggaran batasan penumpang moda transportasi, alasannya juga ekonomi. Apakah akan direvisi lagi untuk kesekian kalinnya. Ini kan jelas pemerintah tidak punya konsep dan membiarkan kondisi seperti ini terus berjalan lebih dari 3 bulan”.

Menurut Sukamta semestinya pemerintah semakin ketat dalam mengawal kebijakan yang dibuat dengan memperbanyak tes massal untuk tracking virus, memperkuat layanan fasilitas kesehatan, dan banyak melakukan sosialisasi protokol kesehatan. Jika pemerintah lebih khawatir soal ekonomi dibanding kesehatan dan nyawa masyarakat, harga yang akan dibayar tidak hanya jiwa tetapi kondisi ekonomi juga tidak akan membaik.

“Kita paham masyarakat butuh makan sehingga perlu bekerja di luar rumah. Namun demikian, kondisi pemerintah yang kadang kebijakannya membingungkan jangan sampai menurunkan kewaspadaan dan disiplin protokol kesehatan karena virus corona masih ada di sekitar kita,” pungkasnya.

468