Home Kesehatan Plasma Convalescent Bukan Terapi Terbaik Bagi Pasien Corona

Plasma Convalescent Bukan Terapi Terbaik Bagi Pasien Corona

Surabaya, Gatra.com - Saat ini, Plasma Convalescent merupakan cara yang ampuh bagi para penderita Covid-19 agar selamat dari masa kritis. Namun, ternyata terapi tersebut bukan solusi terbaik.

Ketua Tim Kuratif Gugus Tugas Covid-19 Jawa Timur Joni Wahyuhadi mengatakan, plasma convalescent masih menjadi transnational research. Maksudnya, terapi yang dilakukan kepada sejumlah pasien Covid-19 tersebut merupakan bagian dari penelitian.

"Jadi terapi ini (plasma convalescent) adalah transnational research. Maksudnya, pelayanan (kesehatan) berbasis riset. Apakah itu terapi yang terbaik? Belum tentu. Tapi, memang yang paling rasional," kata Joni saat konferensi ers di Gedung Negara Grahadi, Senin (15/6).

Joni menjelaskan, terapi yang telah digunakan saat wabah Campak pada tahun 60an lalu, juga membutuhkan donor darah penyintas Covid-19 dengan kriteria tertentu. Pendonor yang sembuh dari Covid-19, perlu menjalani skrining atau serangkaian cek kesehatan secara menyeluruh.

Cek kesehatan tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa pendonor tidak hanya telah sembuh dari Covid-19. Tetapi, juga bebas dari segala penyakit, terutama yang cukup mematikan.
"Contohnya, golongan darah A. Setelah itu, kami harus lakukan skrining terhadap si pendonor. Skrining-nya cukup banyak. Apakah pendonor menderita hepatitis, HIV, kemudian apakah imunitasnya punya penolakan terhadap penerima donor," jelas Joni.

Karenanya, apabila ada 20 pendonor, tidak semua darah mereka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku terapi tersebut. Selain itu, sejatinya terapi plasma convelescent memakan biaya yang cukup besar.

Joni enggan menyebut berapa biaya yang harus disiapkan pasien Covid-19 sebelum menerima terapi itu. Hanya, pasien Covid-19 yang menerima terapi di rumah sakit milik pemerintah, dianggap ikut serta sebagai subyek riset pada terapi plasma convalescent.

"Untuk pasien yang masuk dalam riset kami, dibiayai dari pendanaan riset. Tapi kalau pasien itu di rumah sakit swasta yang ngga masuk penelitian dan ngak mau mengikuti alurnya, ya untuk skriningnya saja cukup mahal," katanya.

380