Home Kesehatan Perusahaan Harus Petakan Pekerjaan yang Bisa WFO dan WFH

Perusahaan Harus Petakan Pekerjaan yang Bisa WFO dan WFH

Jakarta, Gatra.com – Ketua Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia (PERDOKI), Dr. dr. Astrid Widajati Sulistomo, MPH, Sp.Ok, mengatakan, perusahaan harus bisa memetakan pekerjaan yang bisa dikerjakan di kantor atau work from office (WFO) dan di rumah atau work from home (WFH).

"Perusahaan harus mulai memetakan divisi mana yang perlu WFO dan mana yang bisa WFH," katanya dalam webinar bertajuk "Protokol Kesehatan Sebagai Alat Menghadapi New Normal", Selasa (16/6).

Astrid juga menyampaikan, soal pentingnya mitigasi risiko pekerja dan kebijakan yang dapat melindungi pekerja. Menurutnya, ada 2 hal yang dibisa dilakukan oleh perusahaan dalam memitigasi risiko.

Pertama, lanjut Astri, risiko individu dan kedua, risiko pekerjaan. Individu dengan usia muda dan tidak memiliki penyakit penyerta (komorbid) bisa masuk pemetaan risiko warna hijau yang artinya aman. Sedangkan pekerja paruh baya dan lansia, terutama yang memilki komorbid, masuk kategori kuning dan merah yang artinya berisiko tinggi.

Dosen Spesialis Kedokteran Okupasi Universitas Indonesia tersebut juga mengingatkan pentingnya skrining dan identifikasi pekerja sesuai anjuran WHO. Caranya, dengan melakukan pengukuran suhu dengan thermal scanner.

Menurutnya, jika suhu tubuh lebih dari 37,3 derajat, maka pekerja tidak boleh masuk kerja. Perusahaan juga harus memantau gejala-gejala awal, seperti demam, batuk, sakit tenggorokan, dan lemas. Pengawasan ini dapat dilakukan setiap hari pada saat pekerja masuk

Selain berbagai pemantauan, PERDOKI juga mengimbau perusahaan untuk melakukan pencegahan. “Pencegahan memiliki tingkatan keamanan. Alat pelindung diri masuk yang paling bawah,” katanya.

Astrid juga menyebut soal pentingnya melakukan disinfeksi 2–4 kali sehari, serta penyediaan hand sanitizer. Selain itu, perlu juga adanya rekayasa engineering untuk jarak antarpekerja, sirkulasi udara, serta kontrol administratif.

"Perlu adanya penjadwalan kerja. Selain itu, pekerja tidak boleh memiliki jam kerja di atas 8 jam," ujar Astrid dalam keterangan tertulis.

Perusahaan juga tidak boleh mengumpulkan pekerja dalam jumlah banyak. "Semua kebijakan harus siap sehingga tidak menimbulkan kebingungan pekerja," ungkapnya.

Selain perusahaan, para pekerja pun harus menerapkan protokol kesehatan yang tinggi. Pekerja harus terus menjaga jarak, menggunakan masker, membawa baju ganti, serta meningkatkan daya imunitas.

"Jangan lagi menggunakan peralatan makan dan salat bersama-sama," katanya. Tim K3 perusahaan pun harus melakukan pemantauan ketat terhadap karyawan.

"Ketika ada pekerja yang menjadi ODP atau PDP, mesti dicatat. Jika ada kasus, perlu dilihat pemetannya lalu ditelusuri jejaknya, siapa saja orang yang bertemu dengan orang positif," ujar Astrid.

535