Home Hukum Dituding Mark Up Bansos, Ini Penjelasan Pemprov Lampung

Dituding Mark Up Bansos, Ini Penjelasan Pemprov Lampung

Bandar Lampung, Gatra.com - Pemprov Lampung membantah tuduhan adanya dugaan markup bantuan sosial (Bansos) sembako yang disalurkan untuk masyarakat terdampak Covid-19 yang dilakukan pejabat Biro Kesejahteraan Sosial Provinsi Lampung.

"Perlu saya luruskan bansos itu adalah komitmen pemerintah untuk meringankan masyarakat yang terkena dampak Covid-19 sesuai arahan presiden, Bansos adalah jaring pengaman sosial, tidak membuat orang menjadi kaya tapi yang kesulitan sembako bisa terbantu," ujar Sekretaris Daerah Provinsi Lampung Fahrizal Darminto kepada wartawan, Rabu /17/06/20.

Fahrizal mengatakan bahwa segala belanja terkait Covid-19 termasuk Bansos tunduk terhadap aturan Covid-19 walaupun tidak melakukan lelang dan tidak tender melalui Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

"Di media beberapa hari ini muncul seolah-olah ada korupsi, belanja Covid ini tidak tender meskipun jumlahnya diatas 500 juta, karena kami membutuhkan kecepatan, kalau tender dan lain-lain membutuhkan banyak waktu, sedangkan yang kita butuhkan itu adalah hari ini " ungkapnya.

Oleh sebab itu, lanjut Fahrizal, LKPP membuatkan regulasi yang terpenting adalah harga tersebut wajar. "Misalnya beli masker, sekarang ini harganya Rp25 ribu, tetapi kalau pengadaanya bulan lalu dan harganya Rp75.000 wajar untuk hari itu oleh karena barangnya langka, jadi tidak bisa dibandingkan, yang harus dibuktikan adalah pada saat harga itu diadakan," jelas Fahrizal.

Fahrizal mengaku bahwa Biro Kesejahteraan Sosial Pemrov Lampung telah melakukan perencanaan terkait Bansos dan tidak bisa serta merta dikatakan mark up. "Setelah mereka lakukan (Bansos) nanti inspektorat dan BPKP akan melakukan audit, kita tidak bisa markup, kalau terjadi harga yang tidak wajar pada saat itu maka ya harus dikembalikan," tegasnya.

Fahrizal menekankan hanya inspektorat dan BPKP yang bisa membuktikan, jadi tidak perlu terburu-buru untuk menuding korupsi atau mark up. "Kita tunggu nanti hasil dari inspektorat dan BPKP jika harganya wajar bisa diteima auditor, jika ditemukan tidak wajar harus dikembalikan, jangan sampai mereka yang sudah bekerja menjadi ketakutan, dan mereka ini bekerja dikawal oleh undang-undang," tutup Fahrizal.

Sebelumnya berita dugaan mark up oleh  Biro Kesejahteraan Sosial Provinsi Lampung terkait pengadaan 98.000 paket sembako menjadi perhatian banyak pihak dan kembali mencuat di media-media lokal pada pekan-pekan terakhir ini.

Presiden Jokowi telah menegaskan untuk menindak tegas korupsi pengadaan bantuan CVovid-19. Presiden menggunakan istilah gigit keras pada pelaku korupsi Covid-19.

792