Home Milenial Rektor UIN Jakarta: Pahami Pelecehan Seksual & Bentengi Diri

Rektor UIN Jakarta: Pahami Pelecehan Seksual & Bentengi Diri

Jakarta, Gatra.com - Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Amany Lubis, mengatakan, semua level usia harus mengetahui berbagai macam dan perkembangan pelecehan seksual, khususnya di era canggihnya teknologi komunikasi agar bisa bersikap dan membentengi diri.

Amany dalam webbinar bertajuk "Pelecehan Seksual dan Pencegahanya di Kampus", Kamis (25/6), menyampaikan, semua level usia, khususnya remaja putra dan putri harus memahaminya karena jenisnya beragam seiring pesatnya perkembangan teknologi komunikasi.

"Jadi perpaduan pelecehan seksual dengan kecanggihan IT, medsos itu membuat pengetahuan itu harus dipadu, supaya kita bisa memilah dan memilih, sehingga kita bisa mengatur bagaimana sikap kita," ujarnya.

Orang nomor satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini melanjutnya, remaja putra dan putri harus mempunyai pengetahuan tentang berbagai jenis pelecehan seksual karena mereka merupakan kelompok rentan.

"Khususnya generasi muda, anak-anak, ABG. Mereka harus sadar bahwa tingkah laku, sikap, bahasa, gerak gerik seperti itu adalah pelecehan seksual," katanya.

Selain mengetahui berbagai jenis pelecehan atau kekerasan seksual, mereka juga harus tahu bagaimana cara menangkalnya, sehingga bisa menentukan sikap dan membentengi diri jika ada potensi dilecehkan.

"Ini yang kadang-kadang anak-anak gadis, pemuda, pemudi khususnya, itu tidak tahu bagaimana caranya," ujar dia.

Amany menyampaikan, baik pria maupun wanita harus memahami berbagai macam pelecehan seksual, karena pelecehan seksual itu tidak hanya terus menerus menimpa perempuan, tetapi juga laki-laki.

"Maka kesetaraan gender yang ingin kita capai adalah bagi laki-laki dan perempuan, bukan hanya perepuan saja. Tapi karena kasus-kasus ini banyaknya terjadi pada perempua, baik itu usia anak, remaja, usia produktif, lalu usia lanjut setelah itu, maka ini semua harus ditangani secara serius," katanya.

Pesatnya perkembangan teknologi komunikasi membuat para pemangku kepentingan dan pihak-pihak terkait harus memfomulasikan lagi definisi pelecehan maupun kekerasan seksual.

"Pelecehan seksual itu definisinya sekarang sudah meluas, bukan hanya lisan, gerak-gerik, isyarat, tetapi juga lewat virtual. Maka dalam Islam sangat indah sekali, pendidikan akhlak dan penjagaan terhadap hal-hal yang bersifat seksual, kalau dulu kita sebutnya bersifat priadi, itu sangat dijaga dalam Islam," ujarnya.

Sementara itu, Ketua PSGA UIN Malang, Dr. Isti'adah‎, mengatakan, di dunia perguruan tinggi bahwa yang terlibat perzinahan itu harus dikeluarkan, saat ini tidak bisa lagi serta merta dilakukan.

"Tidak bisa serta merta, karena ini ada nuansa yang terjadi di UGM‎ yang sudah sangat virul bahwa perspektif korban dan pelaku itu ternyata sangat berbeda dan karena ada power relation. Power relation di sinilah yang perlu dicermati," ujarnya. 

Sedangkan tujuan paling penting dalam hal ini, yakni bagaimana agar ada upaya pencegahan dan penangulangn kekerasan seksual di lingkungan sivitas akademika PTKAI agar tidak terjadi reviktimisasi.

"Ini juga bagi kalangan kita itu mungkin banyak yang masih gagap. Dalam artian bahwa terutama hal-hal yang berkaitan dengan secara verbal itu [pelecehan seksual] masih banyak orang yang mengatakan itu biasa saja, arek kemayu kalau bahasa Jawa Timur-nya," kata dia.

Jadi, lanjut Isti'adah‎, ‎pelecehan seksual dalam masyarakat kita masih banyak dianggap hal remeh temeh atau sepele dan tidak perlu ditangani. Padahal, pelecehan itu sangat melukai korban. 

"Ini perlu dicek lagi apakah di lingkungan kita itu masih mengidap [pelecehan seksual itu dianggap biasa] atau tidak. Lalu bagaimana untuk mencegah hal ini berlulang," ujarnya.

Isti'adah‎ mengungkapkan bahwa seseorang yang suka melakukan pelecehan, trennya sama di manapun yang bersangkutan berada. Dia cenderung akan mengulang perbuatannya di tempat dia berada dan terhadap orang yang berbeda.

‎"Sekarang masih marak soal yang dilakukan IM, masih ramai di pemberitaan. Ada satu mahawiswa perguruan tinggi yang berprestasi dan dituduh oleh banyak pihak melakukan kekerasan seksual, tetapi dia sendiri tidak merasa melakukannya. Padahal, ada 30 orang dari Indonesia dan 2 orang dari Australia sudah menyatakan bahwa mereka merasa dilecehkan. Itu berarti dinamikanya sangat luar biasa," ujarnya.

595