Home Ekonomi Rangkap Jabatan di BUMN Dinilai Langgar Etika Publik

Rangkap Jabatan di BUMN Dinilai Langgar Etika Publik

Jakarta, Gatra.com - Direktur Said Aqil Siroj Institute (SAS), M. Imdadun Rahmat, menilai rangkap jabatan di sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan pemborosan dan melanggar norma, yakni kepantasan dan etika publik.

Imdadun di Jakarta, Selasa (30/6), menyampaikan kometar tersebut menanggapi temuan Ombudsman, yakni terdapat sebanyak 564 jabatan yang melanggar kepantasan di BUMN. Rinciannya, sejumlah 397 di BUMN dan 167 di anak perusahaan pelat merah tersebut.

"Lima ratus lebih temuan itu mengindikasikan parahnya keadaan. Kementerian BUMN itu membawahi aset negara yang bernilai sangat besar, perannya strategis. Sebab, melalui BUMN lah negara memenuhi hajat hidup orang banyak. Kalau tidak akuntabel bisa membahayakan negara," ujarnya.

Karena itu, lanjut Imdadun, wajar Presiden Joko Widodo (Jokowi) melontarkan pernyataan pedas soal ancaman melakukan perombakan (reshuffle) kabinet karena kurangnya kesadaran akan kondisi krisis.

Menurutnya, rangkap jabatan sebanyak itu merupakan pemborosan uang negara dan tidak menunjukkan kondisi krisis. Negara akan kehilangan kemampuan memenuhi pelayanan dasar bagi rakyat jika ada inefisiensi.

Adapun larangan rangkap jabatan, lanjut dia, bermakna bahwa seorang pejabat dituntut fokus pada tanggung jawabnya. Dari sisi manajemen, rangkap jabatan menunjukkan buruknya tata kelola. Sedangkan dari sisi fatsun politik, ini menandakan masih kuatnya budaya politik lama, yakni politik dagang sapi.

Menurut Imdadun, rangkap jabatan di sejumlah perusahaan pelat merah, terlebih dalam situasi krisisi akibat pandemi coronavirus disease 2019 (Covid)-19, ini sangat berseberangan dengan semangat pidato Presiden.

Jokowi, lanjut dia, menghendaki agar jajarannya memiliki ?sense of crisis, sehingga melakukan penghematan, kerja cepat, fokus pada tanggung jawabnya, dan akuntabilitas.

"Temuan Ombudsman ini harus menjadi alarm bagi Pak Eric Thohir. Rangkap jabatan lebih dari 500 kasus menunjukkan ini kebijakan by desain bukan by acsiden," ujarnya.

Situasi krisis akibat pandemik Covid-19, ini harus menjadi momentum pembenahan dan bersih-bersih. Para pemimpin BUMN perlu sensitif pada suara publik yang sedang menderita.

Selain mempersoalkan temuan jabatan yang melanggar kepantasan, Imdadun juga menyinggung soal tidak adanya progres nyata terkait deradikalisasi di perusahaan pelat merah. Sudah hampir 1 tahun SAS Institute yang merupakan lembaga riset melakukan pengamatan, menilai bahwa gerakan prokhilafah masih beraktivitas secara nyaman dan menyedot dana dari BUMN untuk aktivitas mereka.

"Sudah satu tahun lalu SAS Institute menyerukan pentingnya langkah nyata deradikalisasi di BUMN. Tapi hingga hari ini tidak ada langkah apa-apa," katanya.

Tidak adanya langkah-langkah nyata, ini meremehkan para aktivis pluralisme, toleransi, lembaga-lembaga yang bekerja untuk pilar kebangsaan. Di saat kader-kader muda ingin berdakwah dan berkontribusi atas deradikalisasi di BUMN, namun tidak kunjung dibuka pintunya.

SAS Institute akan terus konsisten menjadi salah satu garda terdepan melawan radikalisme, menguatkan pilar kebangsaan, dan meneguhkan kebebasan beragama di Indonesia. Pihaknya akan terus berkampanye untuk toleransi, kerukunan, dan antikekerasan.

"Kami terus memantau lembaga-lembaga negara, termasuk BUMN, jangan sampai justru menjadi sarang berkembangnya ideologi yang merongrong negara," ujarnya.

Namun Imdadun enggan menyampaikan lebih detail soal seruan SAS Institute yang diabaikan kementerian yang membawahi perusahaan pelat merah, ia mempersilakan menanyakanya kepada kementerian tersebut.

"Silakan tanya kepada mereka. Bisa jadi orang-orang di sekitar Pak Eric tidak menganggap menjadi sarang ideologi radikal itu persoalan. Atau bisa jadi justru mereka bagian, atau punya hubungan dekat, atau minimal setuju dengan ideologi macam itu," katanya.

Publik tentu mengamati dan menilai yang dilakukan lembaga negara dan kementerian. Masyarakat ingin ada lagkah nyata. Masyarakat juga menilai institusi pemerintahan dari komunikasi publik yang dijalankan. Kalau cara komunikasinya jujur dan menghargai nalar publik, maka masyarakat akan respek.

Menurutnya, itu menunjukkan bahwa lembaga dipimpin dengan integritas. Namun jika gaya komunikasinya menghakimi pers, mencari kambing hitam dan manipulatif, masyarakat akan berkesimpulan bahwa kementerian bersangkutan ada masalah.

Maka menurut Imdadun, Menteri BUMN harus memperhatikan cara berkomunikasi para staf khususnya, terutama jubir-jubirnya. Sebab, publik luas semakin cerdas dan melakukan cek dan ricek di platform digital dengan mudah. Data digital tidak hilang. Kebohongan dan manipulasi dengan cepat diketahui publik.

"Dalam kondisi krisis, membangun kepercayaan kepada masyarakat luas itu penting, tidak justru menjauhkan dari masyarakat," ujarnya.

610