Home Politik Revisi Perpres Kartu Prakerja Dikritik, Rentan Korupsi

Revisi Perpres Kartu Prakerja Dikritik, Rentan Korupsi

Jakarta, Gatra.com – Presiden Joko Widodo baru saja meneken aturan pelaksanaan Program Kartu Prakerja dengan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2020 pada 7 Juli 2020. Perpres tersebut merupakan revisi dari Perpres 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja melalui Program Kartu Prakerja.

Dalam aturan baru tersebut, pada pasal 31C diatur ketentuan baru bagi peserta kartu prakerja yang tidak sesuai syarat namun telah menerima uang bantuan biaya pelatihan. Peserta yang tidak memenuhi syarat dan telah menerima bantuan biaya pelatihan diwajibkan untuk mengembalikan insentif tersebut.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Fraksi PKS Sukamta menyampaikan keprihatinannya atas sikap pemerintah yang masih bersikukuh melanjutkan program kartu prakerja yang telah banyak mendapat kritik di masyarakat.

“Saya melihat tidak banyak perubahan dalam Perpres ini, semangatnya masih sama seperti yang lama. Termasuk soal pelatihan daring yang banyak mendapat kritikan masih saja akan dilakukan,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Gatra.com, Senin (13/7).

Aturan itu terangnya hanya merevisi beberapa pasal namun tidak mengubah secara menyeluruh dari konsep kartu prakerja tersebut. “Dalam Perpres yang baru pada pasal 5 ditambahkan adanya konten pelatihan kewirausahaan, juga disebutkan di pasal 6 ayat 2 pelatihan dengan mempertimbangkan standar kompetensi kerja ini kan seperti tambahan pemanis kata saja”.

Menurut Anggota Badan Anggaran DPR RI itu jika pemerintah peka terhadap berbagai kritik dan masukan semestinya pelatihan online ditiadakan dan skema kartu prakerja murni dalam bentuk bantuan para pekerja yang terkena PHK. Langkah itu menurutnya akan lebih menghemat pengeluaran uang pemerintah yang saat ini terbatas karena minimnya pendapatan negara.

“Mestinya dengan kondisi krisis ekonomi yang mulai terasa saat ini, semangatnya efisiensi anggaran hanya untuk hal-hal yang mendesak. Jika pelatihan secara online ditiadakan, setidaknya negara bisa hemat 5,6 triliun. Anggaran ini bisa dialihkan untuk penanganan Covid-19 atau untuk pemulihan usaha mikro dan kecil,” ujar anggota Komisi I DPR itu.

Lebih lanjut Sukamta melihat terjadinya peningkatan aktivitas transaksi secara pesat melalui platform digital pada masa pandemi Covid-19. Merujuk pada laporan Kominfo, aktivitas belanja online meningkat sampai 400 persen selama pandemi Covid-19. Bank Indonesia (BI) juga mencatat transaksi e-commerce melonjak jadi US$ 2,4 miliar atau meningkat 26 persen dari kuartal II-2019.

“Dengan kondisi masyarakat yang alami kesulitan ekonomi, pemerintah bisa meminta kepada perusahaan platform digital untuk berikan pelatihan secara gratis kepada masyarakat khususnya kalangan pencari kerja dari keluarga tidak mampu. Saya yakin perusahaan paltform digital yang saat ini sedang mereguk untung besar mau untuk buat skema pelatihan gratis,” katanya.

Legislator asal Yogyakarta itu mengingatkan pemerintah agar tidak serampangan membuat aturan yang dapat mengarah kepada moral hazard. Dalam perpres revisi dalam pasal 31 A, menurutnya terdapat ketentuan pemilihan platform digital dan lembaga pelatihan tidak termasuk lingkup pengaturan pengadaan barang/jasa pemerintah namun tetap memperhatikan tujuan, prinsip, dan etika pengadaan barang jasa pemerintah.

“Ini kan jelas bisa membuka peluang korupsi, karena diberi diskresi sebagai proses yang tidak masuk pengadaan barang dan jasa. Apalagi pada pasal 31B disebutkan, kebijakan yang telah ditetapkan oleh Komite Cipta Kerja dan tindakan yang dilakukan dalam pelaksanaan Program Kartu Prakerja oleh manajemen pelaksana sebelum Perpres ini mulai berlaku dinyatakan sah sepanjang didasarkan pada itikad baik,” katanya.

Dirinya menyambung ukuran itikad baik sangat subyektif dan revisi Perpres menurutnya terlalu berlebihan. “Akan lebih baik program ini dihentikan saja dan diganti dengan skema bantuan untuk korban PHK akibat pandemi”.

166