Home Ekonomi Angkutan Kargo via Laut Minim Terimbas Corona

Angkutan Kargo via Laut Minim Terimbas Corona

Yogyakarta, Gatra.com - Pandemi Covid-19 tak terlalu berdampak pada pengangkutan barang lewat laut. Namun ketergantungan pada transportasi darat membuat moda transportasi kargo via laut belum optimal, kendati Indonesia negara maritim dan memiliki banyak pelabuhan.

Hal itu disampaikan Chris Kuntadi, staf ahli Menteri Perhubungan Bidang Logistik, Multimoda, dan Keselamatan Perhubungan di seminar daring ‘The New Era in Supply Chain and Logistic Industry’.

Acara ini digelar Magister Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Yogyakarta, bersama organisasi alumni kampus itu, Sabtu (18/7).

“Dampak Covid-19 pada angkutan kargo terjadi paling besar di pesawat kemudian kereta api, lalu angkutan darat , dan yang paling sedikit angkutan laut,” ujar Chris.

Ia menjelaskan, transportasi logistik dari berbagai lapangan usaha turun secara signfikan, terutama pada trwulan kedua 2020. Lini transportasi dan pergudangan turun 6,38 persen. “Yang tertinggi untuk jasa pendidikan sampai minus 10 persen. Ini semua dampak dari Covid-19,” ujar alumni MM UGM ini.

Padahal, demi mengatasi dampak Covid-19, tahun ini tak ada pembatasan angkutan logistik jelang dan setelah Lebaran seperti sebelumnya. “Biasanya kami membatasi kendaraan bersumbu tiga atau lebih karena mengganggu kelancaran lalu lintas. Tapi tahun ini tidak ada. Kendaraan jenis apapun kami bebaskan. Tapi ini tak cukup mendongkrak,” tuturnya.

Angkutan logistik di darat biasanya dibatasi selama Lebaran mengingat porsi angkutan tersebut paling besar. “Angktan logistik di jalan raya dengan truk mendominasi, 90,4 persen. Mindset-nya aman. Tapi dampaknya kemacetan, BBM subsidi, polusi, dan kecelakaan sangat tinggi,” ujar Chris.

Selama pandemi, transportasi kargo darat ini mesti memenuhi protokol kesehatan pencegahan Covid-19 amat ketat. Personel kendaraan pun dibatasi hingga wajib menjalani pemeriksaan kesehatan.

Di sisi lain, Indonesia negara maritim dan potensi ini untuk angkutan kargo belum dioptimalkan, termasuk di Jawa yang memiliki sejumlah pelabuhan bagus. “Mestinya share angkutan kargo laut lebih besar. Tapi ini hanya 7 persen. Mestinya ini bisa dimanfaatkan, seperti pelabuhan di pantura Jawa,” ujarnya.

Dua jenis moda logistik lain porsinya lebih kecil, yakni via kereta api 0,6 persen dan lewat pesawat 0,04 persen. Menurut Chris, kargo kereta api terimbas amat besar karena pandemi karena perjalanan kereta dihentikan. Jumlahnya drop sampai 49 persen pada April lalu.

Untuk kargo udara, sebanyak 13 juta kilogram kargo diantar via pesawat sebelum pandemi. Namun jumlahnya anjlok 75 persen di masa pandemi karena penerbangan penumpang juga dibatasi. “Aturan kargo ikut di pesawat penumpang itu sudah dilonggarkan sesuai ketentuan tapi tetap tidak mampu mendukung peningkatan kargo udara,” katanya.

Dengan kondisi ini, Chris mendorong semua pemangku kepentingan bidang logistik mendorong penggunaan angkutan laut untuk kargo. “Di Pelabuhan Tanjung Priok itu tetap tinggi meski ada Covid-19. Dampak Covid tak terlalu signifikan,” katanya.

Chris menyebut, pandemi Covid-19 justru menjadi momentum untuk menciptakan lingkungan bisnis kargo yang tangguh lewat kerjasama dengan semua pihak, termasuk regulator.

Ketua Keluarga Alumni MM FEB UGM (Kafegama MM) Ikang Fawzi sebelumnya menyatakan dunia logistik memangmesti berubah saat ini. “Dunia logistik perlu beradaptasi apalagi di era digital dan ditambah kondisi Covid-19. Ini akan mendorong digitalisasi bisnis logistik,” ujarnya.

415