Home Ekonomi Kemenkeu Tegaskan Pemenang Lelang Negara Dilindungi UU

Kemenkeu Tegaskan Pemenang Lelang Negara Dilindungi UU

Jakarta, Gatra.com- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan pelaksanaan lelang yang dijalankan sesuai ketentuan oleh negara melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dilindungi oleh Undang-undang. Demikian pula secara hukum, terhadap pembeli lelang yang beritikad baik akan dilindungi hak-haknya oleh peraturan perundang-undangan.

Penegasan tersebut disampaikan Direktur Jenderal (Ditjen) Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu Isa Rachmatawarta, menyikapi buntut dari proses lelang aset debitur bermasalah Rita Kishore (Dirut PT Ratu Kharisma) versus Bank Swadesi pada 2011 silam yang kini berujung pada persoalan hukum di Bareskrim Polri. Guliran dari perkara perdata atas perbuatan ingkar janji seorang debitur bermasalah Rita Kishore itu kini justru berbalik arah di tangan penyidik Bareskrim. Ada sekitar 20 mantan direksi, komisaris maupun pegawai Bank Swadesi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran standar operasional prosedur (SOP) bank.

“Secara hukum pembeli lelang yang beritikad baik dilindungi hak-haknya oleh peraturan perundang-undangan,” kata Isa kepada wartawan, Selasa (21/7).

“Yang dimaksud beritikad baik itu adalah dilakukan secara prosedural, jujur, dan terbuka,” imbuhnya.

Dalam kasus ini lelang aset Rita Kishore yang diselenggarakan KPKNL Denpasar, menurut Isa, telah dilakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku dan mengacu pada Peraturan menteri Keuangan No 93 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Lelang dan pencatatan obyek agunan melibatkan Kantor Pertanahan (BPN).

Dan hal itu dibuktikan oleh putusan bebas murni (2016) dari Pengadilan Negeri Denpasar terhadap petugas KPKNL Denpasar Usman Arif Murtopo yang menjadi terdakwa penyalahgunaan wewenang dalam menyelenggarakan lelang sebagaimana dilaporkan debitur wanprestasi Rita Kishore ke Polda Bali. “Sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap terhadap penyelenggaraan lelang KPKNL Denpasar ini,” ungkapnya.

Kasus ini sendiri menurut Fransisca Romana, kuasa hukum tersangka, bermula dari pada bulan Maret dan Juni 2008 dimana Debitur Ratu Kharisma mendapatkan fasilitas kredit dari Bank Swadesi sejumlah Rp10.500.000.000 dengan agunan berupa tanah seluas 1.520 meter persegi (M2) di daerah Seminyak, Bali. Baru membayar angsuran dan bunga sejumlah ± Rp300.000.000, debitur kemudian lalai atas kewajibannya dan tercatat sejak bulan Juni 2009 tidak lagi membayar bunga dan angsuran.

Setelah diberitahukan, peringatan dan pemutusan kredit oleh Bank dan tidak juga melaksanakan kewajibannya maka berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Peraturan Menteri Keuangan No. 40 tahun 2006 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 93 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Lelang dan pencatatan objek agunan melibatkan Kantor Pertanahan (BPN), Bank mengajukan lelang umum di KPKNL Denpasar.

Lelang pun terpaksa dilakukan sebanyak lima kali dimana lelang pertama hingga keempat tidak ada yang berminat atau tidak sesuai dengan ekspektasi pihak bank. Uniknya di lelang keempat ini debitur wanprestasi melalui mediator turut menawar dengan harga Rp 5 miliar dan hutang dihapus (putusan hakim dalam gugatan wanprestasi yang dimenangkan Bank Swadesi mewajibkan debitur membayar hutang sebesar Rp 5 miliar) namun ditolak pihak bank. Aset berupa tanah seluas 1.520 meter persegi (M2) di daerah Seminyak, Bali itu pada akhirnya laku terjual pada pembeli beritikad baik pada lelang ke lima dengan nilai limit lelang jaminan seharga Rp6.300.000.000.

Nilai tersebut berdasarkan Appraisal Independent PT Index Consultindo Penilai-Denpasar tertanggal 22 Desember 2009 dengan nilai Pasar Rp9.860.900.000, Nilai Likuidasi Rp. 6.018.400.000,00 dan Internal Memorandum No. 01/RMD/KP.JKT/SB/X/2010 tertanggal 05 Oktober 2010, tentang Permohonan Penurunan Limit Lelang dan Pelaksanaan Lelang Lanjutan (IV) atas jaminan Rita Kishore Pridhnani.

Namun pihak Rita tidak puas dengan hasil lelang tersebut karena merasa nilai lelang jauh di bawah nilai pasar, padahal pada lelang ke-IV Rita melalui mediator menawar dengan harga Rp5 miliar, alias di bawah nilai lelang jaminan Rp6.300.000.000. “Pihak debitur mempersoalkan nilai limit yang terlalu rendah. Padahal pada lelang ke-IV, debitur sendiri melalui mediator menawar bahkan jauh lebih rendah nilai asetnya sendiri yakni Rp 5 miliar,” kata Fransiska.

Setelah melalui proses panjang, dalam kurun waktu Maret hingga Juni 2011 pihak Rita membuat serangkaian laporan ke Polda Bali yang ditujukan pertama (Maret) kepada petugas KPKNL Denpasar ke Polda Bali atas dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam penyelenggaraan lelang tersebut, meski kemudian lima tahun (2016) kemudian upaya hukum tersebut kandas lewat vonis bebas murni oleh Pengadilan Negeri Denpasar.

Laporan kedua (Mei) dan ketiga (Mei) dilayangkan kepada Ketua Pengadilan Negeri Denpasar tuduhan pencurian dan pengrusakan, dan Kepala Pertanahan Kabupaten Badung dengan tuduhan penyalahgunaan dalam jabatan. Namun kedua laporan ini tidak pernah berujung. Sedangkan laporan keempat ditujukan kepada komisaris, direksi, dan karyawan Bank Swadesi ke Polda Bali atas dugaan tindak pidana perbankan sebagai dimaksud dalam pasal 49 ayat (2) huruf b UU Perbankan.

Laporan terhadap para direksi, komisaris, dan pegawai Bank Swadesi ini pun sebenarnya dihentikan penyidikannya (SP3) oleh Polda Bali pada 2014. Namun pada 2016, Rita memenangkan gugatan praperadilan atas SP3 tersebut sehingga penyidikan dilanjutkan dengan pertimbangan hukum bahwa penentuan limit lelang dinilai terlalu rendah dari harga pasar sehingga penyidik perlu mendalami adanya unsur kesengajaan dan benturan kepentingan dari para terlapor sebagai pemangku kepentingan.

Namun dalam prosesnya kasus yang kemudian ditarik oleh Bareskrim pada 2018 lalu itu tidak pernah melakukan pemeriksaan secara utuh terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam lelang. Sebagai contoh appraisal independen maupun peserta lelang tidak dimintai keterangan. Direktorat Tindak Pidana Khusus (Tipideksus) Bareskrim Polri yang menangani perkara ini bahkan menetapkan 20 tersangka baru yang merupakan mantan direksi, komisaris maupun pegawai Bank Swadesi atas dugaan pelanggaran standar operasional prosedur (SOP) bank.

364