Home Kesehatan Halodoc Gelar Edukasi Kiat Menjaga Kesehatan Mental Anak

Halodoc Gelar Edukasi Kiat Menjaga Kesehatan Mental Anak

Jakarta, Gatra.com – Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional, platform penyedia layanan kesehatan berbasis digital, Halodoc menggandeng Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK Indonesia) untuk menggelar webinar bertajuk “#HaloTalks: Gangguan Mental pada Anak, Musuh yang Tak Terlihat” pada Kamis (23/7). Acara tersebut dibuat dalam rangka edukasi dengan tujuan mengajak orang tua memahami pentingnya kesehatan mental anak.

Data statistika menunjukkan maraknya gangguan mental pada anak khususnya di usia remaja. Dari hasil Riskesdas 2018 ditemukan fakta bahwa prevalensi gangguan mental emosional remaja usia di atas 15 tahun meningkat menjadi 9,8% dari sebelumnya 6% di tahun 2013. Organisasi kesehatan Dunia (WHO) juga mencatat 15% anak remaja di negara berkembang berpikiran untuk bunuh diri, dimana bunuh diri merupakan penyebab kematian terbesar ketiga di dunia bagi kelompok anak usia 15-19 tahun.

VP Marketing Halodoc, Felicia Kawilarang mengatakan pihaknya berkeyakinan dengan melindungi hak anak dan menjaga kesehatan mentalnya menjadi kunci keberhasilan mencetak generasi yang berkualitas. “Kami berupaya untuk selalu menjadi #TemanHidupSehat bagi masyarakat Indonesia, Halodoc ingin mengajak lebih banyak orang tua untuk semakin memahami pentingnya menjaga kesehatan mental pada anak sebagaimana mereka menjaga kesehatan fisik buah hati,” ujar Felicia dalam penjelasannya.

Dirinya menyatakan kesehatan mental anak menjadi faktor krusial yang perlu diperhatikan. Untuk mewujudkan hal tersebut, Halodoc menggandeng 200 psikolog klinis yang tergabung dalam jaringan keanggotaan IPK Indonesia untuk memberikan layanan konsultasi secara daring melalui platform telemedicine Halodoc. Di kesempatan yang sama, psikolog anak, Annelia Sari Sani, yang juga merangkap Ketua Satgas Penanganan Covid-19 IPK Indonesia mengungkapkan peranan kesehatan mental pada anak untuk menunjang kehidupan mereka saat dewasa.

“Gangguan mental pada usia anak hingga remaja dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan mereka termasuk menyebabkan masalah pada perilaku, gangguan emosional dan sosial, gangguan perkembangan dan belajar, gangguan perilaku makan dan kesehatan, hingga gangguan relasi dengan orang tua,” katanya.

Untuk itu penting bagi orang tua untuk memahami komponen kesehatan mental pada anak. Di antaranya kapasitas untuk memulai dan mempertahankan relasi pribadi, perkembangan psikomotor yang sesuai dengan tahapan usia, kemampuan untuk bermain dan belajar, pemahaman moral tentang benar-salah, baik-buruk, kemampuan menikmati waktu luang serta kemampuan empati terhadap orang lain.

Bila komponen kesehatan mental itu tidak terpenuhi maka besar kemungkinan sang anak mengalami gangguan mental. “Tidak seperti gangguan kesehatan lainnya, tanda-tanda gangguan kesehatan mental terlebih pada anak, cenderung sulit untuk dilihat. Sehingga penting bagi orang tua untuk lebih peka terhadap perubahan perilaku anak dan memberikan penanganan sejak dini guna meminimalisasi risiko jangka panjang saat anak tumbuh dewasa,” katanya.

Namun bukan berarti pembinaan kesehatan mental pada anak tidak mempunyai tantangan. Di Indonesia sendiri kerap muncul stigma negatif terhadap anak penderita gangguan mental. Hal itu salah satunya diungkapkan oleh Co-founder Ubah Stigma, Asaelia Aleeza.

“Saat kami berinteraksi dengan anak muda yang mengalami gangguan mental, stigma yang paling sering ditemui adalah rasa malu dan bingung. Mereka malu mengakui bahwa memiliki gejala-gejala gangguan mental serta tidak memahami solusi alternatif yang mereka miliki,” ujarnya.

Oleh karena itu, Ubah Stigma sebagai komunitas dengan misi meningkatkan kesadaran mengenai kesehatan mental melawan stigma terhadap isu kesehatan mental. “Sehingga, saya percaya bahwa dengan membuka komunikasi dua arah secara lebih intensif dengan orang tua, maka penanganan gangguan kesehatan mental dapat dilakukan sejak dini, terlebih dengan kehadiran teknologi telemedicine seperti Halodoc yang mempermudah akses dan bantuan dari tenaga kesehatan profesional".

Selain itu terdapat tantangan lain yakni keterbatasan kapasitas tenaga profesional dan fasilitas kesehatan yang menyediakan layanan khusus kesehatan mental khususnya di luar kota besar. Kehadiran telemedicine diharapkan dapat menjadi salah satu solusi atas keterbatasan akses terhadap fasilitas kesehatan mental sebab siapapun yang memiliki ponsel pintar dengan akses internet dapat menikmati layanan konsultasi daring ini.

339