Home Gaya Hidup Mengenang Djaduk lewat Jepretan Diplomasi Budaya

Mengenang Djaduk lewat Jepretan Diplomasi Budaya

Bantul, Gatra.com - Foto-foto karya mendiang seniman Djaduk Ferianto dipamerkan dalam pameran tunggal, ‘Melodi Pamitan’. Dokumentasi tersebut bagian dari upaya diplomasi budaya ke Afrika Selatan yang belum sempat ditampilkan.

Dua puluh foto tersebut dipamerkan di galeri Sangkring Art Space, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Karya-karya Djaduk menjadi persembahan spesial di pameran seni Yogya Annual Art (YAA) #5, ‘Hibridity', yang digelar sejak 4 Agustus hingga 4 November 2020. 

Djaduk merekam berbagai sudut di kota Johanesburg dan Capetown, Afrika Selatan, mulai dari aktivitas orang-orang, panorama alam, bangunan bersejarah, hingga patung Nelson Mandela.

Dalam catatannya untuk pameran ini, kakak Djaduk, seniman Butet Kartaredjasa menceritakan, satu setengah bulan sebelum Djaduk meninggal pada 13 November 2019, keduanya mengunjungi Afrika Selatan.

“Kami riset menyiapkan sebuah diplomasi budaya melalui festival jazz yang semestinya dilangsungkan Maret 2020, tapi batal gara-gara pandemi Covid-19. Dalam perjalanan ini, Djaduk memotret,” kata Butet.

Di puncak Table Mountain, Capetown, musisi kontemporer itu bahkan menemukan melodi untuk lagunya. Namun, selebihnya Djaduk mengabadikan berbagai kejadian dalam foto yang digerakkan oleh ‘ngeng’, suatu percikan kreatif yang selalu menjadi modal dasar penciptaan dan kerja kreatifnya.

“Keputusannya memilih angle, menyeleksi pencahayaan sebelum menjepret, memilih obyek, dan keinginan menggunakan jenis lensa yang mana, semata-mata mengandalkan improvisasi seperti kalau dia memainkan perkusi. Serba tidak terduga. Penuh spekulasi, tutur Butet.

Menurutnya, foto-foto Djaduk akan final setelah proses sunting. Namun untuk foto-foto di Afrika Selatan ini, Djaduk tidak sempat mengeditnya. “Jepretannya masih ngendon di memory card kameranya saat dia wafat,” ungkap Butet.

Fotografer Darwis Triyadi mengurasi dan membantu proses edit bahkan mencetak foto-foto tersebut. Foto karya Djaduk dipamerkan tanpa judul kecuali penanda lokasi agar tafsir dan pengalaman-pengalaman puitik penikmat foto tidak terganggu oleh narasi.

“Saya melihat foto-foto Djaduk bukan sekadar melihat objek visual, tetapi bahwa Djaduk melihat dengan pandangan yang dalam, tanpa bicara teknik, sebab foto adalah ungkapan rasa,” kata Darwis.

Pemilik Sangkring Art Space, Putu Sutawijaya, menjelaskan pameran karya Djaduk tetap digelar di masa pandemi dengan penerapan protokol kesehatan. Pengunjung dibatasi maksimal 100 orang. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pun bersedia membuka pameran ini, 4 Agustus lalu.

“Pameran karya Mas Djaduk ini sudah dirancang dari awal dan bagian dari pameran YAA. Tiap tahun kami punya project pameran tunggal dan kali ini karya-karya Mas Djaduk,” kata Putu saat ditemui Gatra.com, Selasa (11/8).

 

162