Home Politik Kehadiran Negara Sangat Penting di Tengah Pandemi

Kehadiran Negara Sangat Penting di Tengah Pandemi

Jakarta, Gatra.com - Sandiaga Salahuddin Uno mengingatkan bahwa semua negara-negara di dunia yang mampu keluar dari pandemi ini atau krisis lainnya, karena adanya keterlibatan pemerintah.

“Kita sedang menuliskan sejarah masa depan. Pandemi, sebagaimana banyak tragedi lain yang pernah terjadi di dunia, mendorong terjadinya perubahan. Masa depan datang lebih cepat menyapa. Kita melihat bagaimana negara-negara di dunia menuliskan sejarah masa depan mereka dengan cara berbeda-beda,” kata Sandi, di Jakarta, Selasa (11/8).

Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra ini menyebut kehadiran negara sudah dipertanyakan sejak lama. Bahkan, di akhir Perang Dingin kehadiran negara di sektor privat mulai dipangkas lewat Thatcherism dan Reaganomics. 

Di Indonesia sendiri, gelombang privatisasi terjadi pasca reformasi atau sekitar 20 tahun yang lalu.

“Sebagai pengusaha saya terlibat langsung dalam proses peralihan ekonomi tersebut. Kehadiran internet semakin menajamkan pertanyaan tentang eksistensi negara yang sering memberi akses negatif terhadap globalisasi ekonomi, tetapi di tengah akselerasi yang kita alami saat ini negara dan kepemimpinan nasional tentunya kembali menampakan wajah aslinya,” kata Sandi.

Sandi menilai sejumlah negara Asia memberi contoh bahwa campur tangan pemerintah yang cepat dan tepat berhasil mengendalikan pandemi, meskipun dengan cara mereka masing-masing.

“Tiongkok dan Vietnam dengan sentralisme politik. Singapura dengan satu partai mayoritas. Sementara Korea Selatan dan Taiwan, yang punya jejak kediktatoran politik dalam sejarahnya, juga memberi ruang luas untuk kehadiran negara di masa krisis. Jepang bisa jadi pengecualian di antara negara-negara Asia Timur, tetapi mampu melewati pandemi karena budaya hidup yang sudah mengakar dalam masyarakatnya,” katanya.

Sementara itu, lanjut pengusaha nasional itu, Kuba menjadi negara yang sukses menangangi covid-19 di kawasan Amerika.  Hal itu disebabkan sentralisasi politik dan melimpahnya tenaga medis sehingga Kuba menghadapi pandemi dengan tenang dan, bahkan sempat mengirimkan tenaga medis ke Eropa.

Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini pun mencontohkan, kisah sukses pada negara-negara lainnya, seperti Selandia Baru, Jerman, dan Finlandia yang mana di ketiga negara itu dipimpin oleh perempuan.

“Jacinda Ardern berhasil membawa Selandia Baru sebagai salah satu negara yang paling cepat lepas dari Covid-19. Angela Merkel melakukan test swab massal yang membuat tingkat kematian di Jerman jauh di bawah Inggris, Italia, Perancis, dan Spanyol. Sementara Sanna Marin, perdana menteri Finlandia yang masih berusia 34 tahun, menunjukkan kapasitas luar biasa menghadapi pandemi,” ujar Sandi.

Sandi menilai demokrasi yang mampu menggalang partisipasi publik menjadi ciri ketiga negara itu. Pesan politik dijamin dengan konstitusi, tapi masyarakat mau menerima kehadiran negara dalam situasi sulit.

“Melihat ketiga negara ini mungkin sejarah masa depan tidak seseram yang kita bayangkan, mungkin masalahnya bukan tentang sistem politik tetapi justru political will dari kepemimpinan sebuah negara,” jelasnya.

Sandi pun mencontohkan negara lainnya, yakni Inggris dan Amerika Serikat sebagai kampiun demokrasi, tapi tak berdaya saat menghadapi pandemi covid-19. 

“Maka sesungguhnya kita mempertanyakan kepemimpinan Boris Johnson dan Donald Trump yang satu menggaungkan brexit yang satu lagi make America great again. Pemimpin populis yang biasa ditemukan di tengah masyarakat yang mengagung-agungkan kejayaan masa silam sebuah Ironi yang terjadi di Inggris dan Amerika,” ujarnya.

Sementara di sisi lain, paham lain ekstrem kanan juga memanfaatkan internet untuk tumbuh kembangnya pemimpin populis seperti di Brazil yang kental dengan sejarah diktator militer Presiden Jair Bolsonaro.

“Bolsonaro terus menggalang dukungan publik untuk tetap membuka ekonomi Brazil, hasilnya Brazil menjadi kampiun covid 19 dengan jumlah warga terpapar paling banyak di dunia,” katanya.

Pemimpin-pemimpin populisme tersebut hanya mampu menghiasi mimpi-mimpi Indah rakyat tentang kebesaran keagungan kebangkitan sebuah negara tapi ternyata sulit menghadapi masalah yang ada di depan mata dalam situasi kondisi pandemi.

“Negara dan rakyat harus cepat bangun dari mimpi beradaptasi dengan tantangan yang dihadapi bukan malah menciptakan kekacauan tanpa ujung yang menciptakan ketidakpastian, kolaborasi menjadi kata kunci antara rakyat dan negara dan juga negara dengan negara lainnya,” jelasnya.

150

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR