Home Politik Eks Kepala BAIS: Intelijen TNI Kuat Tangkal Terorisme

Eks Kepala BAIS: Intelijen TNI Kuat Tangkal Terorisme

Jakarta, Gatra.com – Kelompok terorisme di Indonesia sudah memiliki embrio yang kuat sejak tahun 2000-an. Sederet jaringan kelompok teror tercatat menjadi dalang aksi teror di tanah air. Sebut saja Jamaah Islamiyah, Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), Kelompok Ring Banten, Mujahidin KOMPAK, kelompok Tauhid wal Jihad, dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

Saat ini aksi teror atau “amaliyah” yang dilakukan kelompok terorisme sudah bermutasi ke dalam bentuk baru. Beberapa kalangan menilai terjadi peralihan fokus kelompok teroris yang sebelumnya concern melawan musuh jauh (far enemy) sekarang beralih ke musuh dekat (near enemy).

Bila dahulu aksi teror dilakukan menyasar pada barat, maka aksi teror saat ini dilakukan untuk menghancurkan simbol tagut yakni aparat dan pemerintah. Untuk mendeteksi kelompok teror diperlukan kemampuan intelijen yang baik sehingga aparat keamanan dalam melakukan pencegahan sebelum aksi terjadi.

Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS), Laksamana Muda TNI (Purn.) Soleman B. Ponto mengatakan kemampuan “siluman” intelijen diperlukan dalam mencium pergerakan teror di tanah air. Intelijen menurutnya berperan sebagai deteksi dini sekaligus pengumpul informasi terhadap kegiatan yang mengancam keamanan.

“Peran intelijen itu senyap tak terlihat tapi berperan dalam operasi-operasi strategis,” kata Soleman dalam keterangannya kepada Gatra.com, Selasa (11/8). Ia mengatakan keberadaan intelijen melekat pada institusi semisal Kepolisian dengan Baintelkam, TNI dengan BAIS, Kejaksaan dengan Intelijen Kejaksaan, hingga Badan Intelijen Negara (BIN) sebagai leading sector.

Sebagai seorang yang pernah menjabat Kepala BAIS, Soleman mengatakan intelijen TNI memiliki peran yang mumpuni dalam mengendus dan membaca pergerakan kelompok teror. “TNI punya jaringan intelijen kuat yang menyebar di seluruh pelosok hingga perdesaan. Dulu waktu saya Kabais bisa memonitor gerak-gerik orang di wilayah manapun”.

Kemudahan itu menurutnya terbantu dengan keberadaan Bintara Pembina Desa (Babinsa) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. “Kita punya Babinsa yang bisa memonitor pergerakan hingga radius 3 kilometer. Makanya kemampuan deteksi itu tinggi. Saya terbantu karena punya pasukan banyak, begitu ada hal yang mencurigai cepat ketahuan,” katanya.

Selain itu prajurit TNI, sambungnya, dibekali dengan kemampuan yang hampir merata. Kemampuan fisik dan kecerdasan yang tinggi merupakan dasar yang harus dipenuhi oleh seorang perwira intelijen. “Artinya tidak perlu diberi bekal lagi, karena mereka sudah mendapat kemampuan [intelijen] itu di kedinasan. Sehingga siap saja ditugaskan”.

Tidak hanya itu, di level organisasi, BAIS TNI menurutnya kerap menjalin kerja sama dengan negara-negara luar lewat pertukaran informasi intelijen. Hal itu, terang Soleman, membantu efektivitas kinerja intelijen dalam rangka upaya cegah terhadap masuknya kelompok radikal hingga perburuan terhadap mereka yang selama ini menjadi DPO.

“Sewaktu saya di BAIS, kita sering menjalin kontak dengan banyak negara. Misalnya ada laporan dari intelijen di Mesir bahwa ada 20 warga negara yang masuk ke Indonesia. Dimana beberapa orang dicurigai terpapar paham radikal. Maka kita lakukan pengawasan hingga monitor dengan siapa ia berhubungan, dan apa yang dia lakukan,” katanya.

Namun pria 64 tahun itu mengatakan penegak hukum harus punya cara pandang yang tepat dalam memahami terorisme. Mereka yang kagum dengan khilafah atau punya doktrin takfiri belum terpenuhi dianggap sebagai pelaku teror. “Orang tidak bisa dipandang melakukan tindak pidana terorisme kalau hanya sekadar bentuk pemikiran. Kalau dia bersikap ekstrem misalnya menyimpan bahan peledak, itu baru masuk kategori [teroris],” katanya.

Dirinya menambahkan selain memiliki kemampuan intelijen, TNI juga punya daya dukung pasukan elite yang mampu memberantas terorisme. Saat ini TNI memiliki Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) yang terdiri dari tiga matra TNI yakni: Sat-81 Gultor Komando Pasukan Khusus TNI AD, Detasemen Jalamangkara TNI AL, dan Satbravo 90 Komando Pasukan Khas TNI AU.

“TNI punya kemampuan untuk itu [penanganan]. Mereka punya Satgultor-81, Denjaka dan Kopassus. Tinggal dikerahkan saja,” ungkap pengarang buku TNI dan Perdamaian di Aceh itu.

2367