Home Politik Konflik LCS, Panas Dingin Situasi Keamanan Laut RI

Konflik LCS, Panas Dingin Situasi Keamanan Laut RI

Membentang Situasi Keamanan Laut Indonesia

Oleh: Laksda TNI (Purn.) Soleman B. Ponto*

 

Sekarang ini kita disuguhkan situasi di Laut Cina Selatan yang semakin memanas dengan hadirnya kapal-kapal Angkatan Laut Cina dan kapal-kapal Angkatan Laut Amerika. Pada saat yang sama di laut juga terjadi permasalahan pembajakan, keselamatan pelayaran, perampokan bersenjata terhadap kapal, tindakan teroris, penyelundupan dan perdagangan manusia, pencemaran lingkungan laut, dan ancaman terhadap pengelolaan sumber daya alam kelautan seperti: illegal, unreported, and unregulated fishing (IUUF).

Kondisi seperti ini oleh banyak pihak disebut sebagai isu keamanan laut. Isu Keamanan Laut ini bahkan sering disebut-sebut sebagai sebuah bidang yang sangat luas dalam penegakan hukum di wilayah laut. Isu ini disebut-sebut sangat lintas sektor dan semakin kompleks dengan keterlibatan unsur asing.

Bahkan Sekretaris Jenderal PBB dalam laporannya pada 2008 mengenai Kelautan dan Hukum Laut mengakui bahwa tidak ada definisi "Keamanan Laut" yang diterima secara universal. Secara sempit dapat diartikan perlindungan ancaman serangan terhadap kedaulatan wilayah negara pantai.

Untuk menganalisis situasi seperti itu, saya menggunakan salah satu dari ilmu intelijen yang dikenal dengan nama FOG, yang merupakan singkatan dari Fact, Opinion dan Guess. Setiap perbincangan dan perdebatan yang terjadi dipilah-pilah mana yang merupakan Fact, mana yang Opinion dan mana yang Guess.

Fact atau fakta adalah hal-hal yang tidak terbantahkan. Setiap orang akan memliki pandangan yang sama ketika menilai dan melihatnya. Opinion dan Guess atau Opini dan Perkiraan adalah hal yang sangat subjektif. Setiap orang tidak akan sama dalam menilai dan melihatnya.

Perhatian penuh harus dicurahkan kepada Fact yang ditemui. Dari Fact yang ditemui inilah dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Opinion dan Guess diabaikan saja, karena tidak bermanfaat.

Sekarang mari kita lihat bersama hal-hal yang sangat sering diperbincangkan sekarang ini yaitu hal-hal yang menyangkut masalah Keamanan Laut, Keamanan Maritim, Keamanan Regional, Pengelolaan Keamanan Maritim, Tata Kelola Keamanan Laut, Tata Kelola Keamanan dan Keselamatan dan Penegakan Hukum. Kesemuanya ini masuk dalam kategori Opini saja. Karena setiap orang bisa membuat kriterianya masing-masing.

Tidak ada satu kriteria yang pasti. Kepala Bakamla misalnya sering menyampaikan delapan (8) isu Keamanan Laut, yang menurut ilmu intelijen itu semua hanya merupakan Opini saja. Isu yang sering disampaikan itu misalnya tentang adanya permasalahan pembajakan, keselamatan pelayaran, perampokan bersenjata terhadap kapal, tindakan teroris, penyelundupan dan perdagangan manusia, pencemaran lingkungan laut, dan ancaman terhadap pengelolaan sumber daya alam kelautan seperti illegal, unreported, and unregulated fishing (IUUF). Semua itu hanya berupa Opini.

Contohnya apa yang dimaksud dengan penyelundupan dan perdagangan manusia menurut Bakamla belum tentu sama dengan apa yang dimaksud oleh Bea Cukai, atau Polri misalnya. Tapi satu hal yang pasti adalah bahwa penyelundupan dan perdagangan manusia adalah pelanggaran terhadap UU 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Semua orang akan memiliki pandangan yang sama bahwa perdagangan manusia adalah pelanggaran terhadap UU 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Inilah yang dikategorikan sebagai Fact atau Fakta. Jadi adalah fakta bahwa di laut ada pelanggaran terhadap UU 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Mengalir dari hal yang sering dipublikasikan itu, yang merupakan Fact adalah:

1. Adanya kapal perang Amerika dan adanya kapal perang Tiongkok Laut Cina Selatan. Artinya ada ancaman militer yang diatur oleh UU No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara dan UU No. 34/2004 tentang TNI, yang dapat membahayakan Kedaulatan Indonesia.

2. Permasalahan pembajakan, adalah pelanggaran terhadap hukum pidana.

3. Kecelakaan di laut, adalah pelanggaran terhadap UU No. 17/2008 tentang Pelayaran.

4. Perampokan bersenjata terhadap kapal adalah pelanggaran terhadap hukum pidana.

5. Tindakan teroris, adalah pelanggaran terhadap UU No. 5/2018 tentang Tindak Pidana Teroris.

6. Penyelundupan dan perdagangan manusia, adalah pelanggaran terhadap UU No. 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

7. Pencemaran lingkungan laut, adalah pelanggaran terhadap UU No. 32/ 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

8. Ancaman terhadap pengelolaan sumber daya alam kelautan seperti illegal, unreported, and unregulated fishing (IUUF) adalah pelanggaran terhadap UU No. 45/2009 tentang Perubahan atas UU 31/2004 tentang Perikanan.

9. Klaim batas Maritim adalah pelanggaran terhadap UU No. 43/2008 tentang Batas Wilayah.

 

Jadi sangat jelas bahwa isu Keamanan Laut yang selalu disuarakan serta memanasnya situasi di Laut Cina Selatan faktanya adalah Pelanggaran terhadap Undang-Undang atau Pelanggaran Hukum.

Dengan demikian untuk menyelesaikan delapan (8) isu Keamanan Laut, serta memanasnya situasi di Laut Cina Selatan saat ini pemerintah harus menggunakan Undang-Undang. Mulai tanggal 1 Juli 2020, di Selat Lombok dan Selat Sunda telah diberlakukan Trafic Separate Scheme (TSS) yang merupakan amanat dari IMO bagian dari Maritime Safety Commite. Indonesia merupakan negara kepulauan pertama didunia yang diberikan hak oleh IMO untuk menerapkan TSS di Selat Lombok dan Selat Sunda.

Sebagai konsekuensinya Indonesia harus melaksanakan amanat IMO ini dengan sebaik-baiknya. Oleh sebab itu, timbul pertanyaan yaitu apabila terjadi Pelanggaran Hukum di TSS, siapa penegak hukumnya? Hal ini harus ada kepastian agar kapal-kapal dari dunia internasional yang melewati TSS itu mengetahui dengan baik siapa penegak hukum di TSS apabila terjadi Pelanggaran Hukum disitu. TSS, yang merupakan amanat dari IMO bagian dari Maritime Safety Commitee, berhubungan langsung dengan Keselamatan dan Keamanan Pelayaran sebagaimana yang diatur pada pasal 116 UU 17/2008 tentang Pelayaran.

Pada penjelasan UU 17/2008 tentang Pelayaran telah ditentukan dengan jelas bahwa penegak hukum di bidang Keselamatan dan keamanan pelayaran adalah Penjaga Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard). Akan tetapi sampai saat ini Sea and Coast Guard atau Penjaga Laut dan Pantai belum dibentuk.

Oleh sebab itu untuk menghindari terjadinya tumpang tindih kewenangan dalam pelaksanaan penegakan hukum di laut, serta untuk dapat melaksanakan Penegakan Hukum di TSS, maka Sea and Coast Guard atau Penjaga Laut dan Pantai yang berdasarkan UU 17/2008 tentang Pelayaran ini harus segera dibentuk.

 

*Penulis pengamat militer dan pertahanan. Pengarang buku “Jangan Lepas Papua” dan “TNI dan Perdamaian di Aceh”. Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS).

596