Home Ekonomi Ini Dampak Krusial Undang-Undang Minerba Baru

Ini Dampak Krusial Undang-Undang Minerba Baru

Jakarta, Gatra.com - Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Abra El Talattov mengatakan terdapat tiga hal krusial yang akan terdampak akibat disahkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

“Dari sisi ekonomi dan tata kelola, dari sisi sosial, dan sisi lingkungan. Kita khawatir UU Minerba yang baru itu malah akan mendegradasi tujuan-tujuan yang akan ingin dicapai dari 3 aspek besar tadi,” katanya dalam diskusi virtual pada Kamis (20/8).

Menurutnya, UU Minerba baru ini malah akan menghadirkan resentralisasi kewenangan baik dari aspek perizinan maupun pengawasan. Padahal, kewenangan yang sebelumnya dimiliki pemerintah daerah bisa memberikan manfaat terhadap masyarakat di daerah sekitar wilayah pertambangan.

Pada Pasal 4 Ayat (2) UU Nomor 4 Tahun 2009 yang berbunyi “Penguasaan mineral dan batubara oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah”, diubah dalam Pasal 4 ayat (2) UU Nomor 3 Tahun 2020 menjadi “Penguasaan Mineral dan Batubara oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini”.

“Jadi yang selama ini pemerintah daerah dan era desentralisasi dan era otonomi itu memiliki kewenangan, yang mestinya itu mereka jaga mandat kewenangan tersebut, tapi dengan UU Minerba yang baru sebagian besar kewenangan itu diambil oleh pusat dengan dalih ingin menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif,” ucapnya.

Padahal, tambah Abra, pemerintah pusat belum tentu memiliki kemampuan dan kapasitas yang memadai untuk melakukan proses perizinan dan pengawasan wilayah pertambangan di seluruh Indonesia. Kemudian, tanggung jawab sosial pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) terhapuskan oleh UU Nomor 3 Tahun 2020 ini. Sehingga, justru akan memperparah kondisi sosial ekonomi di masyarakat.

“Kemudian, dalam hal lingkungan dan pengelolaan tambang juga ada hal-hal yang kita prihatin. Untuk urusan pengelolaan lingkungan itu, pemerintah terkesan sekarang ini terlalu memihak kepada perusahaan tambang untuk tidak terlalu memaksakan untuk melakukan reklamasi bagi pertambangan yang telah selesai, dan itu akan dialihkan kepada pihak ketiga,” jelas Abra.

Abra melanjutkan, dalam UU Minerba baru ini juga batas waktu IUPK dinilai tidak logis dan memberikan kesan keberpihakan pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan besar. Bahkan, menghilangkan kesempatan perusahaan-perusahaan swasta pemain baru di sektor pertambangan.

“Ini menunjukkan terjadinya oligarki yang dipelihara oleh negara. Kemudian, negara atau pemerintah dengan sengaja menciptakan ketimpangan lintas generasi. Jadi kalau misalkan wilayah tambang yang sebelumnya bisa dikelola dengan jangka waktu yang relatif tidak terlalu panjang, dan bisa dilakukan lelang ulang, tetapi dengan adanya UU Minerba yang baru ini dengan memberikan otomatisasi perpanjangan yang sangat lama, bahkan bisa diperpanjang lagi ketika ada ketentuan hilirisasi,” ungkapnya.

Pada pasal 83 poin (h) UU Nomor 3 Tahun 2020 berbunyi “jangka waktu kegiatan Operasi Produksi Batubara yang terintegrasi dengan kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara diberikan jangka waktu selama 30 (tiga puluh) tahun dan dijamin memperoleh perpanjangan selama 10 (sepuluh) tahun setiap kali perpanjangan setelah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Padahal, pada Pasal 83 (g) UU Nomor 4 Tahun 2009 berbunyi “jangka waktu IUPK Operasi Produksi mineral logam atau batubara dapat diberikan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun”.

“Ini memang bahayanya adalah salah satu bentuk diskriminasi atau ketimpangan lintas generasi yang sangat nyata. Jadi banyak pasal-pasal bersayap. Jadi intinya, perpanjangan itu kalau bisa dibilang tidak akan pernah habis, bahkan kalau misalkan dia melakukan hilirisasi, misalkan membuat pabrik pengolahan, itu bisa diperpanjang sampai usia tambang. Maksudnya itu sampai hasil tambangnya habis dikeruk,” katanya.

7557