Home Politik Pengamat Undip: RUU Omnibus Law Perlu Disahkan

Pengamat Undip: RUU Omnibus Law Perlu Disahkan

Semarang, Gatra.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law perlu segera disahkan untuk mengatasi hambatan-hambatan regulasi dunia usaha dan ketenagekerjaan.

Hal ini disampaikan Pengamat Ekonomi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Prof. Dr. FX Sugiyanto dalam diskusi secara daring atau online bertajuk “Strategi Jitu Bangkitkan Ekonomi Pasca Pandemi” yang digelar Joglosemar Institute, Jumat (21/8).

Menurut ia, meski keberadaan RUU Cipta Kerja mendapatkan penolakan beberapa kalangan, terutama para buruh tetap perlu disahkan.

“Menurut saya ditolak itu bukan berarti tidak harus diundangkan, tetapi memperbaiki kelemahan-kelemahan. Undang-undang memang tidak bisa menyenangkan semua pihak,” kata Sugiyanto.

Lebih lanjut, Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Undip ini menyatakan, RUU Cipta Kerja memiliki semangat yang baik untuk mengatasi hambatan-hambatan regulasi, sebab dalam praktik implementasi perundang-undangan sering kali terjadi ketidaksesuaian antar undang-undang.

Pasalnya, setiap undang-undang bisa untuk saling meniadakan, sehingga RUU Cipta Kerja pada dasarnya agar terjadi sinkronisasi.

Menurut Sugiyanto, spirit RUU Cipta Kerja sebenernya ingin mengurangi hambatan-hambatan terjadi secara parsial karena berlakunya sebuah undang-undang dalam implementasinya terkadang tidak sinkron, sehingga tidak jalan di level bawah.

Dia mencontohkan dalam penyerapan anggaran penanganan Covid-19 yang baru terserap beberapa persen, karena dana tidak bisa dibelanjakan, terhambat regulasi.

“Jadi menurut saya biarlah ketidaksetujuan menjadi masukan, tetapi RUU Cipta Kerja agar disahkan menjadi undang-undang agar hambatan-hambatan selama ini bisa dipangkas,” tandasnya.

Bila nantinya RUU Cipta Kerja ini disahkan menjadi UU, Sugiyanto berharap nantinya kerja sama dan kolaborasi antara kementerian dengan pemerintah daerah bisa semakin intensif.

Meski memang tidak mudah, namun kolaborasi antara kementerian dan organisasi perangkat daerah (OPD) di daerah harus dilakukan.

“Praktik-praktik hambatan dalam kelembagaan aturan, kemudian hubungan antarbirokrasi ini harus bisa diperbaiki. Jadi semakin intensif untuk bekerjasama,” ujar Sugiyanto.

344