Home Gaya Hidup Artjog Resilience, Seni Jadi Terapi Sosial di Masa Pandemi

Artjog Resilience, Seni Jadi Terapi Sosial di Masa Pandemi

Yogyakarta, Gatra.com - Pameran seni ‘ARTJOG: Resilience’ menjadi ajang terapi sosial di masa Covid-19. Festival seni tahunan yang semula selalu meriah kini mesti berkompromi dengan pandemi, tapi sekaligus menjajal tampil eksklusif.

‘ARTJOG: Resilience’ digelar di Jogja National Museum (JNM), Daerah Istimewa Yogyakarta, sepanjang sejak 8 Agustus hingga 10 Oktober 2020. Selain secara daring, pameran ini dapat dikunjungi melalui reservasi dengan penerapan protokol kesehatan.

Pengunjung wajib memakai masker, dicek suhu tubuhnya, dan harus menjaga jarak. Tamu luar DIY wajib menunjukkan surat keterangan negatif hasil tes Covid-19. Hadirin bisa hadir dalam dua sesi masing-masing selama dua jam dan maksimal 30 orang per sesi.

Gatra.com dan sejumlah media menghadiri pameran ini Sabtu (22/8). Di tiga lantai JNM, karya 78 seniman dipajang, termasuk karya spesial ‘Murakabi’ yang dibangun di sepanjang area masuk.

Pengunjung akan melalui lorong dari instalasi bambu hingga terpecah ke dua ruang. Bangunan bambu ini sekilas menyerupai paru-paru. Di dua ruang ini, bambu-bambu dirangkai menjadi tempat pajang kebutuhan sandang dan pangan. Terdapat pula bilik-bilik yang diisi susunan batu dan instalasi botol bekas berisi air hujan sebagai ruang meditasi.

Murakabi merupakan gerakan lintas disiplin yang mengusung semangat lokal dan kelestarian alam. Karya Murakabi telah hadir di Artjog 2019. Bedanya, setelah memuat tiga unsur kebutuhan manusia, kali ini Murakabi mengimbuhkan satu unsur lagi: puisi.

Karya sajak untuk mewakili spiritualitas manusia. Murakabi menggandeng penyair Joko Pinurbo dan aktor Gunawan Maryanto yang akan menciptakan sajak dan menggelar sesi meditasi Ibadah Puisi - Hening Cipta yang dapat diikuti publik secara daring.

Santi Ariestyowanti, anggota gerakan Murakabi, menjelaskan rangkaian karya ini untuk menyeimbangkan aspek material dan spiritual, sekaligus menjadikan karya seni sebagai ajang terapi sosial di masa pandemi.

“Penggunaan bambu di dalam ruangan ini seakan mendekatkan diri ke alam, merawat rumah di dalam jiwa dan hati kita. Gotong royong itu menyembuhkan,” tuturnya.

Selain Murakabi sebagai persembahan spesial, Artjog 2020 tetap menampilkan ciri khasnya dengan gebyar karya seniman, seperti karya-karya berukuran besar dan aneka pendekatan dan eksekusi. Umumnya karya baru, termasuk dengan tema Covid-19, meski ada juga karya lama.

Semua seniman hasil undangan panitia dan kebanyakan perupa Yogyakarta. Mayoritas juga karya dua dimensi demi mengejar tenggat waktu dan memudahkan pemasangan. “Semuanya dengan alasan pertimbangan keamanan dan protokol kesehatan,” kata Kuraton Artjog, Bambang Toko Witjaksono.

Pemrakarsa Artjog, Heri Pemad, menjelaskan, masa pandemi dan penerapan prokol kesehatan menjadi momentum bagi Artjog untuk melakukan simulasi pameran seni dengan penunjung terbatas, bahkan eksklusif.

“Padahal biasanya kunjungan Artjog sebelumnya 2500 orang per hari. Ini kami kewalahan juga karena banyak yang mau datang, termasuk dari luar negeri. Tapi syaratnya banyak,” tuturnya.

 

 

Namun Heri meyakinkan bahwa protokol kesehatan akan dipenuhi. Dengan demikian, Artjog pun dapat membuktikan ke otoritas bahwa ajang seni dapat dgelar secara aman di kala pandemi. “Kami akan buktikan bener-bener. Pengunjung pun dapat menikmati pameran secara nyaman dan puas,” kata dia.

 

1284