Home Teknologi Teknologi Gatotkoco Jadi Warisan Habibie untuk Milenial

Teknologi Gatotkoco Jadi Warisan Habibie untuk Milenial

Sleman,  Gatra.com - Pesawat N250 Gatotkoco, Rabu (26/8) siang, resmi menjadi bagian dari Museum Pusat Dirgantara Mandala, Lanud Adisutjipto, Daerah Istimewa Yogyakarta. Teknologi karya BJ Habibie di pesawat ini adalah warisan bagi milenial.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Fadjar Prasetyo meresmikan monumen N250 di Museum Dirgantara. Acara ini juga menghadirkan kepala program perakitan N250, Joko Sartono, dan pilot pembawa N250 keliling dunia, Chris Sukardjono.

"Di hadapan kita terpampang mahakarya dan bukti kehebatan anak bangsa di bidang kedirgantaraan Indonesia. Penerbangan perdananya pada 10 Agustus 1995 ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Harteknas)," kata Hadi.

Hadi menyatakan monumen ini didirikan untuk mengabadikan karya terbaik anak bangsa dalam teknologi penerbangan buah gagasan BJ Habibie.

N250 Gatotkoco mengguncang dunia dengan teknologi tercanggih saat itu, fly by wire. Pesawat ini melambungkan nama Indonesia di dunia penerbangan internasional, termasuk saat tampil di France Air Show 1997.

"N250 dibangun dengan harapan agar generasi penerus saat ini terinspirasi akan kegigihan generasi sebelumnya dalam menguasai teknologi kedirgantaraan," ujar Hadi.

Kepala Program N250 Gatotkoco, Joko Sartono, merasa bangga sekaligus sedih produksi pesawat ini harus terhenti hingga akhirnya menjadi monumen. "Di satu sisi sedih sekali karena tehenti, tapi di sisi lain prototipe ini bisa dimanfaatkan masyarakat dengan ditempatkan di sini," katanya.

Ia bercerita, BJ Habibie dulu bersikukuh N250 Gatotkoco harus menerapkan fly by wire dengan tiga akses. Padahal, perusahaan besar seperti Boeing mengarahkan cukup menggunakan satu akses. Alhasil, N250 menjadi pesawat tercanggih di tipe pesawat baling-baling dengan kapasitas 50 penumpang.

Menurut Joko, selain Gatotkoco, saat itu terdapat tiga purwarupa lain, yaitu N250 Krincingwesi dan dua purwarupa yang belum diberi nama. Jika Gatotkoco lahir untuk pengembangan konsep dasar, Krincingwesi diciptakan untuk mengembangkan performa penerbangan.

Adapun purwarupa ketiga demi pengembangan sistem keseluruhan dan purwarupa terakhir untuk pengembangan interior. "Kelahiran Gatotkoco turut menghadirkan peraturan penerbangan sipil pada 1993 dan berlaku hingga sekarang," jelasnya.

Joko berpesan kehadiran teknologi fly by wire ini dapat dikaji lebih lanjut oleh generasi saat ini. Teknologi dapat menjadi fondasi bagi pengembangan kedirgantaraan kalangan milenial.

Pilot Chris Sukardjono mengatakan, teknologi fly by wire memudahkan dalam mengerakkan pesawat ketimbang pesawat dengan teknologi kemudi manual.

"Ini sama seperti power stering pada mobil. Gerakan pesawat lebih smooth dan terkontrol mudah. Jadi tidak perlu melakukan harmonisasi aileron (bagian sayap) seperti di pesawat dengan kemudi manual," ujar pilot yang menerbangkan Gatotkoco lebih dari 600 jam ini.

Dalam laporannya, Direktur Umum dan SDM PT Dirgantara Indonesia, Sukatwikanto, mengatakan tiga purwarupa tersebut, yaitu N250 Krincingwesi dan dua tipe lain, disumbangkan ke Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).

"Penyerahan N250 Gatotkoco ke Museum Dirgantara sebagai bentuk menjaga aset negara karena mempunyai nilai historis yang tinggi dan merupakan sejarah berdirinya industri dirgantara," ujarnya.

466