Home Politik Bisnis Gurih Vaksin, Pemerintah Harus Pro Rakyat

Bisnis Gurih Vaksin, Pemerintah Harus Pro Rakyat

Jakarta, Gatra.com – Pandemi Covid-19 yang berlangsung lama membuat pemerintah Indonesia bekerja keras untuk membuat vaksin. Sejauh ini pemerintah tengah mengembangkan tiga (3) jenis vaksin Covid-19 yakni: Vaksin CoronaVac dan G42 yang bekerja sama dengan Sinovac Biotech Ltd (Tiongkok), Vaksin Merah Putih lewat riset Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, dan Vaksin Gx19 yang dikembangkan PT Kalbe Farma bekerja sama dengan Genexine Consortium Korea Selatan.

Anggota Komisi I DPR Sukamta mengingatkan bila vaksin tersedia, pemerintah diharapkan fokus pada pemulihan kesehatan masyarakat dan tidak mengkomersialkan vaksin dalam rangka bisnis kepada masyarakat. Ia mengomentari wacana pemerintah membagi dua skema pemberian vaksin yakni ditanggung APBN melalui BPJS bagi yang kurang mampu dan bagi masyarakat yang mampu membayar sendiri. Menurutnya skema itu akan menimbulkan polemik baru.

“Alasan pemerintah untuk mengurangi defisit anggaran masuk akal namun pemerintah dilarang membisniskan vaksin dan membiarkan vaksin liar di pasaran. Belajar dari pengalaman rapid test dan PCR yang batasan harganya tidak di atur oleh pemerintah membuat penyedia layanan bebas menentukan harga. Masyarakat kemudian jadi korban,” ujar Wakil Ketua Fraksi PKS DPR itu dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (1/9).

Dirinya menduga sejak awal pemerintah memang menargetkan untuk mengalokasikan anggaran untuk rakyat miskin. Menurut perhitungannya, besaran alokasi vaksin yang hanya Rp55 trilliun tidak mencakup seluruh lapisan masyarakat. Sementara ia merinci saat ini masyarakat dari kategori BPJS kelas 3 sebanyak 132,6 juta jiwa, dan sebanyak 44,5 juta jiwa yang belum terdaftar BPJS.

Lebih detil, Sukamta menjabarkan berdasarkan kesepakatan pembelian bulk vaksin dengan Sinovac sebesar 8 dollar kemudian ditambahkan perkiraan biaya fill and packing sebesar 2 dollar maka harga per dosis vaksin sebesar 10 dollar. Menggunakan perhitungan kurs Rp15.000,-/ dollar maka per vaksin dijual seharga Rp150.000,- sehingga dibutuhkan anggaran untuk 2 kali vaksin sebesar 53 trilliun.

Sedangkan bagi peserta BPJS kelas 1 dan 2 sebanyak 91,4 juta jiwa apabila membeli vaksin mandiri dari negara dengan harga per vaksin 25 dollar sesuai info awal dari pemerintah maka diperoleh hasil penjualan vaksin mencapai Rp68,5 trilliun. Perhitungan itu, terang Sukamta, bisa membuat pemerintah berpotensi mendapat untung besar dari bisnis jual beli vaksin.

Ia memberikan peringatan kepada pemerintah jika tetap ingin menggunakan skema menjual vaksin bagi masyarakat yang mampu harus disertai regulasi yang jelas. “Potensi bisnis vaksin Covid-19 bagi Indonesia luar biasa mencapai Rp68,5 trilliun. Tepat jika produksi dan distribusi diserahkan kepada Bio Farma. Kemampuan Bio Farma sudah teruji dalam memproduksi vaksin dan antisera serta pengalaman mendistribusikan vaksin dari pemerintah ke seluruh wilayah Indonesia,” katanya.

Sebaliknya apabila vaksin dijual bebas maka dipastikan Bio Farma akan bersaing dengan banyak perusahaan yang akan terjun untuk mengimpor dan menjual vaksin secara mandiri. “Akibatnya, jika tidak ada regulasi maka pasar bebas harga vaksin akan terjadi,” pungkas legislator dapil Yogyakarta itu.

Diketahui, perputaran uang di bisnis vaksin tahun 2020 diprediksi oleh Zion Market Research mencapai USD 59,2 miliar atau setara dengan Rp858,4 Triliun (kurs Rp 14.500 per USD). Akibat pandemi virus corona, tiga tahun ke depan menurut Fortune Business Insight nilai bisnis vaksin dunia akan menjadi US$65,1 miliar dan di tahun 2027 melonjak lagi menjadi US$104,87 miliar.

268