Home Info Sawit Debat Kusir di Disbun Riau

Debat Kusir di Disbun Riau

Pekanbaru, Gatra.com - Ruang pertemuan di lantai dua Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Riau di kawasan jalan Cut Nyak Dien Pekanbaru itu, terdengar Riau Selasa (8/9) sore. Volume suara orang yang ngariung di dalam ruangan itu terdengar tinggi. Puncaknya, brakkk! Ada yang menggebrak meja. Suasana sontak tegang.

Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung tak menampik kalau pada pertemuan yang berlangsung sekitar 2,5 jam itu sempat terjadi gebrak meja. “Sempat juga terjadi perdebatan sengit, pukul meja dikitlah. Lalu, dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) sempat juga bereaksi keras. Tapi bagi kami orang kebun, yang semacam itu hal biasalah,” kata lelaki 47 tahun ini kepada Gatra.com usai pertemuan.

Informasi yang dirangkum Gatra.com, Ihwal keriuhan itu bermula saat Pengurus Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) dan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Pola Inti Rakyat (Aspek Pir) mempertanyakan soal potongan Biaya Operasional Tidak Langsung (BOTL) dalam penetapan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit pekebun di Riau.

Menurut para Pekebun ini, potongan yang mencapai 2,63 persen itu tidak hanya sekali, tapi saban sepekan, persis saat rapat penetapan harga TBS oleh Tim Kelompok Kerja (Pokja) Penetapan Harga Disbun Riau, kelar digelar. Pemotongan itu sudah berlangsung sejak Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 1 Tahun 2018, diberlakukan.

Baca juga: Aroma Akal Bulus Penetapan Harga TBS Riau

Meski cuma 2,63 persen, tapi kalau diduitkan, saban minggu ada sekitar Rp2,9 miliar duit pekebun yang terpotong. Yang membikin para pekebun ini geram, duit sebanyak itu tak jelas juntrungannya.

“Yang kami tanya sederhana kok. Duit potongan itu dikemanakan dan seperti apa pertanggungjawabannya? Sebab di Permentan 01 Tahun 2018 itu disebut, dari 2,63 persen potongan BOTL, 1 persennya adalah untuk pembinaan Pekebun dan Lembaga Pekebun. Sementara sampai hari ini kami tidak tahu kemana duit itu dan siapa yang bertanggungjawab,” Triantana, salah seorang pengurus Aspek Pir Riau bertanya.

H. Suher, salah seorang pengurus DPW Apkasindo Riau, juga melontarkan pertanyaan yang sama. Lelaki yang juga pekebun kemitraan ini pun tegas menyebut, “Bagi saya, BOTL itu sama dengan pungutan liar (pungli). Sebab tidak jelas pertanggungajawabannya. Sudah dua tahun pungutan itu dilakukan. Disbun Riau harus bertanggungjawab, sebab pungli itu diputuskan di Disbun Riau dan atas sepengetahuan Disbun Riau, jadi Disbun Riau jangan buang badan. Atau, jangan-jangan oknum Disbun Riau ada yang bermain,” Suher bertanya.

Suasana semakin memanas setelah perwakilan PTPN V, Sumarti Sarikin, membantah kalau duit BOTL itu bukan duit dari hasil pemotongan duit pekebun. “BOTL itu duit perusahaan yang dipakai untuk pembiayaan beli buah, biaya manager plasma, asisten dan juga asuransi. Jadi itu bukan duit pungutan,” katanya.

Baca juga: Menyoal Aliran Duit Misterius di Kawasan Cut Nyak Dien

Gulat membantah omongan Sumarti itu. “Kami ini bukan petani bodoh, ibu. Sudah jelas BOTL itu dibebankan pada perhitungan harga TBS Pekebun. Item BOTL itu membikin harga TBS berkurang. Kok ibu bilang pula itu bukan duit petani,” Gulat menyanggah.

Tak senang dibantah seperti itu, Sumarti kembali menyela. Debat kusir tak terelakkan. Untunglah ada beberapa orang dari sekitar 25 orang yang hadir dalam pertemuan, itu menengahi.

Lantaran sudah jelang maghrib, pertemuan itu pun ditutup dengan sederet kesepakatan; Pertama, harga TBS Riau Periode 8-14 September yang sejak pagi deadlock, diberlakukan. Lalu pada Kamis (10/9), digelar lagi pertemuan khusus membahas BOTL. Asosiasi petani, pengusaha, pemerintah Provinsi Riau, tenaga ahli tentang Tataniaga TBS serta Kementerian Pertanian, bakal dihadirkan.

"Kami akan undang Prof Dr Ponten Naibaho. Beliau bidannya Permentan nomor 1 tahun 2018 itu. Kita akan kupas apa tujuan sebenarnya Permentan itu, biar tidak saling tuding lagi,” ujar Gulat.

Sebenarnya kata Gulat, provinsi lain seperti Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Jambi, tidak memberlakukan BOTL itu. “Di Sumatera Barat, pekebun sudah mendesak laporan pertanggungjawaban duit itu, kalau tidak ada, bulan ini tak ada lagi BOTL,” cerita Gulat. 

Kepala Dinas Perkebunan Riau, Zulfadli, yang juga hadir dalam pertemuan itu mengatakan, sejauh ini Disbun Riau tidak merasa memungut duit BOTL tadi. Itulah makanya, pembahasan BOTL pada Kamis nanti adalah solusi terbaik dalam menjawab kericuhan yang ada. “Pemerintah Provinsi Riau ingin memberikan rasa keadilan bagi seluruh pihak. Baik bagi para petani maupun pengusaha. Mudah-mudahan bisa kelar,” Zul berharap.

Lantas, soal Peraturan Gubernur (Pergub) terkait Permentan tadi kata Zul, sedang digeber, sudah berproses di Biro Hukum Setda Riau. “Disbun Riau bakal benar-benar membikin aturan main yang jelas soal Tataniaga TBS nanti, jadi tidak ada yang abu-abu,” tegasnya.

Meski Pergub kelak sudah ada kata Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Riau, Dr. M. Nurul Huda, SH.,MH, BOTL yang sudah kadung dipotong, musti tetap diusut. Setiap pungutan yang diatur oleh regulasi dan sudah diundangkan oleh pemerintah, harus dipertanggungjawabkan dan diaudit. Ini duit besar lho. Dan duit itu hasil keringat Pekebun. Saya sudah minta Apkasindo membuat laporan resmi ke Polda Riau terkait itu. Biar semua terang benderang,” katanya.


Abdul Aziz

 

672