Home Gaya Hidup Pantang Menyerah di Tengah Wabah

Pantang Menyerah di Tengah Wabah

Sejumlah usaha kecil dan menengah (UKM) di Kota Semarang masih mampu bertahan di tengah serangan pandemi Covid-19. Lewat berbagai inovasi mereka tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), bahkan terus produktif. Pantang menyerah meski diserang wabah

Awalnya, serangan Covid-19 tetap membuat sejumlah UMK itu goyah. Namun sikap pantang menyerah yang mereka tunjukkan, membat mereka tetap bertahan. Bekerja dengan hati serta berbagai inovasi menjadi kunci.

Pemilik UKM Rajutan Nyonya, Ratih Setya mengatakan, mampu bertahan setelah melakukan inovasi produk dengan membuat masker rajut. “Masker rajut diproduksi sejak awal-awal pandemi Covid-19 karena semua butuh masker. Ternyata peminatnya sangat banyak sekali. Sebulan bisa produksi sekitar 200 masker rajut,” katanya.

UKM Rajutan Nyonya yang berada di Perum Dolog Indah Nomor 15, Tlogosari Wetan, Pedurungan Semara berdiri sejak 2014 tahun dikenal dengan karya rajutan berupa tas, dompet, taplak meja, dan lainnya. Untuk mengerjakan produksi rajutan, termasuk masker rajut lanjut Ratih, memberdayakan ibu-ibu lansia dan ibu rumah tangga. “Masker rajut dengan berbagai macam model sehingga menarik konsumen,” ujarnya.

Sedangkan pemilik UKM Super Roti, Ismiyati mengatakan, bisa bertahan di tengah pandemi Covid-19 dengan melakukan invovasi produk unggulan yakni roti Bekatul yang rasanyanya sesuai permintaan konsumen.

Selain itu, UKM yang berada di Jalan Fatmawati Nomor 91, Kota Semarang menurunkan harga penjualan roti menjadi setengah harga. Selama pandemi Covid-19, menurut Ismiyati, permintaan roti Bekatul justru naik, kalau untuk roti terigu turun. Karyawan tetap ada 22 orang.

“Saya tidak mengurangi atau merumahkan karyawan satu pun. Saya bilang ke mereka, ayo bergandengan tangan jangan sampai ada pengurangan karyawan karena kondisi sedang sulit. Caranya bikin roti dari hati. Bikin roti yang enak dan bagus, biar konsumen puas dan membelinya,” ujar Ismiati.

Sementara pemilik UKM Anindya Batik yang berada Jalan Kedungmundu, Semarang, Lisa Farida menjelaskan, pada awal pandemi Covid-19 sempat berhenti karena tidak ada order baju batik. Namun UKM yang membina penyadang difasibitas seperti tuna rungu dan tuna wicara bisa bangkit setelah berinovasi dengan membuat masker batik.

“Sampai akhirnya ada customer dari Surabaya minta dikirim masker batik abstrak. Setelah itu permintaan semakin banyak sehingga memproduksi secara massal masker batik tersebut,” ujar Lisa.

Banyaknya permintaan masker batik ini hingga bisa merekrut banyak penyandang difabel, termasuk 10 orang difabel yang dirumahkan dari industri konveksi dan sepatu.

Sementara itu, Gubernur Ganjar Pranowo mengatakan, pelaku UKM tersebut merupakan contoh bisa bertahan dengan caranya masing-masing, ada yang membuat masker rajutan, masker batik, dan menurunkan harga produk rotinya hingga 50%. "Saya sedang cek bagaimana UKM kita bisa survive, bisa jalan, dan mereka masih bisa semangat. Karya-karya mereka perlu support dengan membeli produknya rame-rame,” tandas Ganjar. Muh Slamet

 

644