Home Ekonomi Ekonom Sebut Dewan Moneter Bisa Lemahkan Independensi BI

Ekonom Sebut Dewan Moneter Bisa Lemahkan Independensi BI

Jakarta, Gatra com - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati, menilai, usulan Dewan Moneter yang terdapat di dalam revisi UU Nomor 23 Tahun 1998 tentang Bank Indonesia berpotensi menghilangkan independensi Bank Indonesia sebagai bank sentral. Pasalnya, ketua Dewan Moneter nantinya akan dijabat oleh Menteri Keuangan.

Dengan kebijakan baru itu, Pemerintah akan lebih leluasa dalam mengendalikan kebijakan moneter. Padahal, semestinya hanya bank sentral lah yang dapat membuat keputusan terkait kebijakan moneter, sedangkan Pemerintah bertugas untuk membuat kebijakan fiskal.

"Jadi ini ada skenario, ada modus ataupun moral hazard apa yang ingin dipersiapkan?" katanya dalam diskusi virtual, Jumat (11/9).

Karenanya, jika Dewan Moneter tetap dibentuk, Enny khawatir langkah-langkah yang menurutnya over acting ini justru dapat memperburuk persepsi pasar terhadap Pemerintah. Bahkan, lebih parahnya lagi, kebijakan itu dapat menimbulkan ketidakpercayaan (distrust) dari para pelaku pasar.

"Jadi ini bisa dianggap tidak hanya bentuk kepanikan, tapi ini adalah langkah-langkah distruktif yang justru akan menyebabkan distrust dari para pelaku pasar," ujar dia.

Mantan Direktur Eksekutif INDEF itu menjelaskan, masalah yang dihadapi Bank Indonesia saat ini bukanlah terkait independensinya sebagai bank sentral, seperti yang pernah disebutkan Pemerintah sebelumnya.

Masalah Bank Indonesia, Enny bilang, justru terletak pada akuntabilitas, transparansi, dan kredibilitas bank sentral. "Yang masih menjadi PR adalah bukan persoalan independensi karena soal independensi antara bank sentral ini, BI masuk 10 besar terbaik dunia kalau untuk urusan indepensi," katanya.

Oleh karena itu, daripada membentuk Dewan Moneter, Enny menyarankan agar Pemerintah lebih fokus dalam menangani masalah yang ada di sektor riil. Sebab, hanya dengan begitu, Indonesia dapat keluar dari ancaman resesi berkepanjangan akibat dampak wabah virus corona baru, SARS CoV-2 atau Covid-19.

"Jadi, saya bukan lagi bicara ancamam resesi, karena resesi sudah menjadi kepastian. Apalagi sekarang DKI Jakarta harus PSBB lagi dan itu bukan pilihan," tandasnya.

178