Home Ekonomi Pengamat: Aturan Pembagian Aset Reksadana Sudah Jelas

Pengamat: Aturan Pembagian Aset Reksadana Sudah Jelas

Jakarta, Gatra.com - Nasabah PT Minna Padi Aset Manajemen (MPAM) masih terus berupaya mendapatkan sisa hasil investasinya di enam produk reksadana MPAM yang telah dilikuidasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 25 November 2019 lalu.

Setelah pembagian hasil likuidasi tahap I pada Maret 2020, nasabah enam produk reksadana MPAM yang telah menyepakati skema pembagian hasil likuidasi rekdadana dalam bentuk efek (In Kind) belum memperoleh seluruh aset investasi yang menjadi haknya.

Pekan lalu, nasabah enam produk reksadana MPAM yang menyepakati mekanisme In Kind telah mengirimkan surat terbuka kepada OJK untuk meminta otoritas pengawas pasar uang itu membantu menyelesaikan persoalan pembagian hasil likuidasi. Sebab, pembagian hasil likuidasi dalam bentuk efek saat ini, terkendala oleh kesepakatan dengan pihak bank kustodian.

Melihat hal tersebut, Pengamat Pasar Modal Hans Kwee menilai, aturan pembagian investasi atas reksadana yang dilikuidasi sebetulnya sudah jelas. Apalagi, berdasarkan informasi dari MPAM, OJK telah menyerahkan pelaksanaan pembagian likuidasi enam reksadana MPAM kepada para pihak, baik nasabah, MPAM, maupun bank kustodian.

"Para pihak terkait sebetulnya tidak perlu menunggu arahan dari OJK untuk membagikan hasil likuidasi dalam bentuk In Kind. Ikuti saja UU dan POJK yang ada," kata Hans saat dihubungi Gatra.com, Selasa (22/9).

Namun, jika para pihak seperti bank kustodian menemui kendala dalam pelaksanaan pembagian hasil likuidasi dalam bentuk In Kind, Hans menyarankan, pihak tersebut sebaiknya tidak perlu ragu untuk meminta arahan dari OJK. Pasalnya, permintaan petunjuk dari OJK ini merupakan hal yang wajar di industri pasar modal.

Sementara itu, penyelesaian pembagian investasi dalam bentuk efek atau In Kind atas reksadana yang dilikuidasi memang tidak semudah pembagian hasil likuidasi dalam bentuk dana tunai atau In Cash. "Jika hasil likuidasi reksadana dibagikan dalam bentuk tunai, manajer investasi hanya perlu menjual saham maupun efek yang menjadi aset reksadana tersebut. Dana hasil penjualan lalu dibagikan kepada nasabah secara pro rata," jelasnya.

Namun dalam kasus likuidasi enam reksadana MPAM, manajer investasi sebelumnya mengalami kesulitan untuk menjual portofolio efek yang menjadi aset reksadana yang dilikuidasi. Berdasarkan kesepakatan antara MPAM dengan nasabah, sisa hasil investasi dibagikan dalam bentuk tunai (In Cash) dan dalam bentuk efek (In Kind).

"Ini solusi paling realistis," lanjut Hans.

Masalahnya, mekanisme pembagian aset investasi dalam bentuk In Kind tidak gampang. Nasabah, misalnya, harus membuka rekening efek terlebih dahulu, setelah itu barulah efek yang menjadi aset reksadana ditransfer ke rekening efek nasabah.

Selain itu, saham yang didapatkan nasabah bisa jadi hanya sedikit atau bahkan jumlah saham yang didapatkan justru tidak genap satu lot alias odd lot. Hal ini sebenarnya salah satu kesulitan teknis di lapangan.

"Makanya, agar kasus seperti ini tidak terulang, investor harus memahami bahwa dalam setiap investasi tidak selalu bisa meraup untung, tapi juga memiliki risiko. Investor harus paham bahwa reksadana merupakan produk investasi yang mengandung risiko," pungkas Hans.

143