Home Hukum Usut Gratifikasi Djoker, Kejagung Periksa Pemilik Koperasi

Usut Gratifikasi Djoker, Kejagung Periksa Pemilik Koperasi

Jakarta, Gatra.com - Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memeriksa pemilik Koperasi Nusantara, Rahmat, dalam kasus dugaan korupsi berupa gratifikasi tersangka Djoko Soegiarto Tjandra (Djoker) kepada jaksa Pinanki Sirna Malasari.

"Saksi yang kembali diperiksa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) gratifikasi yaitu Rahmat, karyawan swasta atau pemilik Koperasi Nusantara," kata Hari Setiyono, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, di Jakarta, Selasa (22/9).

Penyidik kembali memeriksa ?Rahmat sebagai saksi dalam kasus pemberian janji atau gratifikasi Djoker kepada Pinangki untuk menguak pemberian janji atau gratifikasi Djoker kepada oknum jaksa tersebut.

"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk mencari fakta hukum tentang pemberian dan janji tersangka TJM [Djoko Soegiarto Tjandra] kepada jaksa PSM [Pinangki Sirna Malasari]," katanya.

Tim penyidik juga menelisik bagaimana teknis dan cara tersangka Djoker ?memberikan janji atau gratifikasi kepada Pinangki serta maksud dan tujuan pemberian tersebut.

"Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan memperhatikan protokol kesehatan tentang pencegahan penularan Covid-19," ujarnya.

Dalam perkara ini, Djoker bersedia memberikan ?imbalan uang sebesar US$1 juta untuk Pinangki guna mengurus fatwa MA melalui Kejagung. Uang tersebut akan diserahkan melalui pihak swasta, yaitu Andi Irfan Jaya selaku rekan dari Pinangki Sirna Malasari.

"Hal itu sesuai dengan proposal 'action plan' yang dibuat oleh terdakwa PSM [Pinangki Sirna Malasari] dan diserahkan oleh saudara Andi Irfan Jaya kepada Joko Soegiarto Tjandra," katanya.

Selain itu, lanjut Hari, Pinangki, Andi Irfan Jaya, dan Dkoker juga bersepakat untuk memberikan uang sejumlah US$10 juta kepada pejabat di Kejagung dan MA guna keperluan mengurus permohonan Fatwa MA tersebut.

Selanjutnya, Djoko Soegiarto Tjandra memerintahkan adik iparnya, yaitu Heriyadi Angga Kusuma (almarhum) untuk memberikan uang kepada Pinangki melalui Andi Irfan Jaya di Jakarta sebesar US$500.000 sebagai pembayaran down payment (DP) 50% dari US$1 juta yang dijanjikan.

Kemudian, Andi Irfan Jaya memberikan uang sebesar US$500.000 tersebut kepada Pinangki. Kemudian dari uang US$500.000 tersebut, Pinangki memberikan US$50.000 kepada Anita Kolopaking sebagai pembayaran awal jasa penasihat hukum.

"Sedangkan sisanya sebesar US$450.000 masih dalam penguasaan terdakwa Dr. Pinangki Sirna Malasari, S.H., M.H.," ungkap Hari.

Namun dalam perjalanannya, ternyata rencana yang tertuang dalam "acrion plan" di atas tidak ada satu pun yang terlaksana. Padahal, Djoker telah memberikan DP sejumlah US$500.000 kepada Pinangki melalui Andi Irfan Jaya.

Karena tidak terlaksana, Djoker pada bulan Desember 2019 membatalkan "action plan" atau rencana aksi dengan cara memberikan catatan pada kolom notes dari action plan tersebut dengan tulisan tangan "NO".

Atas perbuatan tersebut, Kejagung menyangka Djoko Soegiarto Tjandra (Djoker) melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a dan Pasal 5 Ayat (1) huruf b dan Pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001.

Sedangkan Andi Irfan Jaya disangka melanggar Pasal 5 Ayat (2) jo Ayat (1) huruf b atau Pasal 6 Ayat (1) huruf a juncto Pasal 15 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.??

109