Home Info Sawit Dari Muba Meyakinkan ‘Jakarta’

Dari Muba Meyakinkan ‘Jakarta’

Sungai Lilin, Gatra.com - Tak berlebihan kalau orang-orang yang ada di koperasi-koperasi di kawasan Sungai Lilin dan Keluang Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) ini, benar-benar punya tujuan hidup. Sebab sudah tak aneh, di banyak daerah, koperasi banyak yang hanya tinggal nama, entah itu koperasi perkebunan, atau non kebun.

Tengoklah Bambang Gianto cs, di Koperasi Unit Desa (KUD) Mukti Jaya. Setelah lahan kebun mereka dikonversi --- pengalihan pengelolaan dan pembayaran hutang dari perusahaan ke koperasi --- oleh perusahaan bapak angkat pada 23 tahun silam, mereka langsung membikin manajemen sendiri, layaknya perusahaan. Ada Manager, Asisten Kepala (Askep), Asisten Kebun, Mandor dan Pengawas.

“Setiap desa dikepalai oleh Asisten Kebun. Lalu tiap Asisten Kebun dibantu oleh dua orang; tenaga administrator dan mandor. Semua Asisten Kebun dikepalai seorang Askep. Sementara peran Pengawas diambil alih oleh masing-masing Ketua Kelompok Tani,” rinci Bambang.

Punya manajemen sendiri bukan berarti langsung membikin perjalanan KUD Mukti Jaya mulus. Sederet dinamika sering terjadi, belum lagi soal kepercayaan anggota kepada pengurus KUD yang masih minim.

Butuh waktu yang cukup panjang juga kata Bambang untuk bisa membikin masyarakat kompak. “Pentingnya berkelompok, terus kami omongkan. Misalnya beli pupuk. Beli bareng ketimbang sendiri, tentu akan lebih murah. Tokoh-tokoh masyarakat kami kasi pemahaman, apa-apa yang penting kami musyawarahkan, kami terbuka, yang salah kami luruskan sama-sama. Alhamdulillah, perlahan perjalanan menjadi indah,” wajah Bambang sumringah.

Yang dimaksud oleh Bambang perjalanan indah tadi antara lain; Lantaran tak punya Iuran Dana Peremajaan Tanaman Kebun (Idapertabun), KUD Mukti Jaya memutuskan membikin program tambungan peremajaan. KUD dan Kelompok Tani bekerjasama membikin rekening yang diteken oleh tiga orang. Unit simpan pinjam pun dihidupkan di tiap kelompok.

“Alhamdulillah saldo simpanan peremajaan yang terkumpul mencapai Rp100 miliar. Kalau dihitung-hitung, masing-masing anggota punya tabungan antara Rp40 juta hingga Rp50 juta. Lalu saldo simpan pinjam mencapai Rp20 miliar. Kami membolehkan anggota meminjam duit hingga Rp100 juta dengan jaminan sertifikat lahannya,” ujar Bambang.

Selain duit-duit tadi, Jaminan Sosial Petani juga dibikin. Anggota yang meninggal dikasi santunan Rp2,5 juta, yang kecelakaan kerja hingga menimbulkan cacat tetap, diberikan Rp15 juta.

Baca juga: Petani di Muba: 'Maaf, Loe Gue, End!'

Lantaran yang terkumpul sudah banyak, di perjalanan, muncul ide untuk membikin pengembangan luasan kebun, tapi keburu batal, tanah mahal. Walau batal, masing-masing anggota banyak juga yang membeli tanah. Alasannya, untuk bercocok tanam palawija manakala pohon kelapa sawit direplanting.

Hanya saja, duit untuk membeli lahan-lahan tadi, ternyata duit tabungan yang di koperasi. Ada sekitar 60 persen dari total anggota yang menarik duitnya untuk membeli lahan tadi. Alhasil, setelah dihitung-hitung, duit simpanan masing-masing anggota hanya tersisa antara Rp10 juta-Rp15 juta.

Berkurangnya duit simpanan untuk replanting tadi sempat juga membikin para pengurus deg-degan. Maklum, sedari awal mereka sudah tahu kalau ongkos untuk replanting itu mahal. Itulah makanya menabung sejak dini.

“Tujuan mereka sebenarnya baik. Lahan baru itu akan mereka tanam palawija untuk jaga-jaga selama kebun sawit belum menghasilkan. Tapi gara-gara itu, duit replanting mereka, cuma tinggal Rp10 juta-Rp15 juta. Mana cukup,” Bambang tertawa.

Untunglah pada 2015, warga dapat kabar kalau Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) punya program dana hibah replanting Rp25 juta per hektar. “Awalnya kami enggak percaya, maklum ini Indonesia, jarang ada bantuan besar. Tapi belakangan kami mulai percaya lantaran BPDPKS itu rupanya badan layanan umum milik Negara,” ujar Bambang.

Rasa percaya petani pun semakin kuat saat BPDPKS mengundang mereka sosialisasi di Sungai Lilin. “Waktu itu BPDPKS enggak percaya kalau kami bakal replanting mandiri. Kami malah disuruh bermitra dengan perusahaan,” kenang Bambang.

Sempat juga Bambang cs bolak-balik ke Jakarta untuk meyakinkan BPDPKS itu. Di saat yang sama, perusahaan masih terus membujuk petani untuk bekerjasama. Semula disodori Single Management. Lalu Single Company. “Dengar kata 'kompeni' ini saja kami orang kampung sudah takut,” katanya.

Sangking gigihnya petani meyakinkan, akhirnya BPDPKS luluh juga. Singkat cerita, setelah urusan administrasi beres di tahun 2017, empat dari 8 Koperasi tadi memulai pekerjaan. Tumbang chipping kami kerjasamakan dengan perusahaan berpengalaman, perusahaan yang sudah mengerjakan lahan replanting milik perusahaan besar. Kami minta dibikin RAB yang jelas,” cerita Bambang.

Dulu kata Bambang, KUD ingin membikin bibitan sendiri, tapi lantaran terkendala waktu, urusan bibit akhirnya bekerjasama dengan PPKS Marihat di Medan, Sumatera Utara (Sumut). Kebetulan PPKS punya penangkaran di Dawas dan Sungai Lilin.

Lalu urusan pupuk, KUD bekerjsama dengan berbagai penyuplai pupuk dan saprodi. “Teman-teman yang dulu sudah bekerjasama dengan kami, kami ajak kembali. Kebetulan kami dulu pengecer pupuk juga,” katanya.

Semua tenaga kerja yang dipakai di lahan replanting itu kata Bambang adalah warga desa itu juga. Siapapun boleh bekerja, tapi hasil kerja harus standar. Pemilik kaplingan diprioritaskan. Semua standard an pola kerja diatur oleh manajemen yang sudah dibikin sejak 23 tahun silam itu.

Persis 13 Oktober 2017, Presiden Jokowi datang ke Desa Panca Tunggal. Kebetulan di desa itu dipusatkan launching replanting Muba. “Saya yang waktu itu dikasi waktu bicara, bilang ke Pak Jokowi kalau kami semua replanting mandiri. Pak Jokowi senang,” kenang Bambang.

Kini, yang ada di pikiran petani adalah menghadirkan PKS. “Enggak perlu yang besar-besar. Yang 10 ton per jam saja cukup. Kita bikin di beberapa tempat. Kami mau naik kelas dan harus naik kelas,” tekad Bambang.

Apapun yang dilakukan oleh pengurus dan anggota hingga keadaan mereka menjadi seperti sekarang kata Bambang, semuanya bersumber dari rasa tanggungjawab dan rasa memiliki yang tinggi. “Dan bagi kami pengurus, apa yang kami jalankan adalah amanah, enggak lebih,” katanya.


Abdul Aziz

697