Home Politik Wamen Surya: ATR Terus Berupaya Selesaikan Persoalan Ulayat

Wamen Surya: ATR Terus Berupaya Selesaikan Persoalan Ulayat

Jakarta, Gatra.com - Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/BPN), Dr. Surya Tjandra, S.H., L.L.M, mengatakan, ulayat masyarakat adat ini merupakan isu yang cukup menarik dan memerlukan diskusi cukup panjang untuk menyelesaikan berbagai persoalannya.

Pasalnya, kata Surya dalam webinar bertajuk "Kondisi Terkini Masyarakat Hukum Adat dan Hak Ulayatnya" yang digelar Pushamka Fakultas Hukum (FH) Andalas (Unand) Padang dan Universitas Sumatera Utara (USU)?, Sabtu (26/9), meskipun sudah ada 6 surat keputusan (SK) menteri tentang penetapan hak ulayat atau tanah adat, persoalan belum juga dapat diselesaikan.

"Tidak bisa ada yang didaftarkan atau diberikan sertifikat, itu realitanya. Kenapa begitu? Karena model kerja dari ATR BPN itu kita bingung dengan subjeknya, siapa subjekna, yang pasti itu," katanya.

Menurutnya, masyarakat adat ini ada, namun ketika dicari itu terkesan "tidak ada". "Kira-kira begitu. Siapa sih sebetulnya. Ini kalau konteks di Sumbar cukup jelas," ungkapnya.

Namun, lanjut dia, kondisi di Papua lebih kompleks lagi karena di antaranya ada Perda dari turunan Permendagri yang memungkinkan gubernur menyatakan keberadaan masyarakat hukum adat. Namun yang menjadi pertanyaan, teritorinya di mana, karena kalau memberikan hak atas tanah, posisi atau lokasinya harus jelas.

"Jadi 6 SK itu belum efektif, akhirnya yang kami lakukan dalam kekosongan itu, niat baik tapi belum bisa tercapai, terlebih pada penatausahaan, belum sampai pada pemberian hak," ujarnya.

Karena belum ada kepastian soal ini, maka semua elemen terkait, termasuk akademisi bisa membantu dengan memberikan masukan, di antaranya soal setifikat itu apakah atas nama individu atau komunal.

"Nah, ini bagaimana menjamin agar tidak jadi milik sendiri. Akhirnya nanti yang ribut tokoh adat, nanti ini rancu ini tanah adat atau pribadi dia dalam masyarakat hukum adat," ujarnya.

Menurut Surya, persoalan-persoalan seperti itu menghambat kerja ATR BPN dalam membantu dan melindungi masyarakat hukum adat. Terlebih, masalah pertanahan ini sangat kompleks karena bukan hanya menjadi wewenang Kementerian ATR BPN.

"Nah, dalam konteks yang lain, ada tantangan juga, tanah adat yang masuk dala kawasan hutan, KLHK itu punya rezim hukum sendiri yang beda dengan kami," ujarnya.

Ia mengungkapkan, jika diprosentasekan total tanah di Indonesia sebesar 100%, maka sebanyak 1/3 itu urusan BNP dan 2/3 merupakan kewenangan KLHK. "Ini keruncuan yang belum tuntas, tata batasnya belum clear sampai sekarang, kita sedang perjuangan itu," ujarnya.

Terkait ini, lanjut Surya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah meminta percepatan agar ada batas-batas yang jelas soal pertanahan ini, sehingga ada batasan lokasi tanah untuk pembangunan, konservasi, dan lain sebagainya.

"Masalah tersebut jadi berlanjut ke yang lain-lain, benturan regulasi, terkait penetapan wilayah adat, BPN dengan Dinas Pertanahan di daerah, itu kan ada 9 kewenagan yang diberikan belum beres, BPN dengan KLHK," katanya.

Menurut Surya, pihaknya terus melakukan diskusi intensif selama 2-3 bulan terakhir ini dengan berbagi disiplin ilmu untuk memecahkan persoalan tanah ini. "Kita bikin keroyokan, apa sih dimaksud tanah ulayat?" katanya.

178