Home Ekonomi Dulu Merajai, Kini Perajin Batik di Sragen Tanpa Job

Dulu Merajai, Kini Perajin Batik di Sragen Tanpa Job

Sragen, Gatra.com - Geliat UKM kerajinan kain batik di Desa Pilang, Masaran Sragen, Jawa Tengah mengkhawatirkan. Dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19 mengurangi jumlah permintaan batik dari berbagai pasar maupun outlet dari produk industri rumah tangga ini.
 
Akibatnya, sekitar 1.000 lebih buruh menganggur selama enam bulan terakhir. Dari semula per tempat usaha mempekerjakan 25 orang, kini hanya dua sampai empat orang saja untuk mengerjakan pesanan yang tak pasti. Biasanya puluhan pekerja per tempat usaha, memproduksi kain batik sepanjang musim tanpa terpancang pesanan.
 
"Sebelum pandemi, produksi jalan terus. Pasti berapapun terserap ke pasar. Sentra produksi batik di Pilang terkenal kualitas dan harga terjangkau. Kami menyetor ke berbagai pasar di nusantara sampai luar negeri. Di Solo, biasanya disetor ke Pasar Klewer. Ragam jenisnya variatif. Enggak hanya batik tulis dan cap. Bahkan kombinasinya," kata pemilik Batik Ossy Jantran Pilang Masaran, Sugiyamto kepada Gatra.com di Sragen, Minggu (4/10).
 
Penurunan drastis geliat UKM sentra batik di Desa Pilang berefek panjang pada perekonomian. Selain buruh dan juragan tak punya job, penyedia obat batik hingga usaha ekspedisi sepi orderan. Sejumlah sentra penjualan batik yang tutup di berbagai daerah di Indonesia karena lockdown makin memperparah kondisi tersebut.
 
Kini, para buruh batik mau bekerja apapun asalkan dapur mengepul. Biasanya, menjadi buruh serabutan atau berladang. Mereka juga bukan pekerja yang dijamin instansi sehingga tak bisa mendapat BLT dari BPJS ketenagakerjaan.
 
"Sentra produksi batik di Pekalongan saya rasa juga mengalami situasi serupa di Pilang. Padahal dua ini sentra produksi batik terbesar di Jawa Tengah," katanya.
 
Kepala Desa Pilang Sukisno mengatakan UKM produksi batik merupakan sumber penghasilan utama bagi sebagian penduduknya. Lantaran sepi job, banyak diantara mereka menganggur. Dari semula 100 tempat usaha, kini sedikit saja yang masih bertahan.
 
Pemerintah desa mencatat 1.350 buruh menggantungkan penghidupannya dari membatik. Mereka diupayakan mendapat bantuan sembako. Anggaran dari desa sudah dibelanjakan lebih dari 50 persen untuk keperluan itu.
 
"Untuk sembako ke warga sudah habis Rp300 juta. Mereka harus tetap bertahan di situasi sulit," katanya.
1025