Home Hukum Gegara Proyek Sumur, Warga Gugat Bupati dan PDAM

Gegara Proyek Sumur, Warga Gugat Bupati dan PDAM

Sukoharjo, Gatra.com - Warga Dukuh Kragilan, Desa Pucangan, Kecamatan Kartasura, Sukoharjo, menggugat Direktur PDAM Tirta Makmur Sukoharjo dan Bupati Sukoharjo membayar ganti rugi sebesar Rp20 miliar lebih.

Warga melayangkan gugatan karena selama satu tahun terakhir ini mengalami kesulitan air bersih.Pasalnya, sumur warga kering gegara proyek sumur dalam PDAM.

Kuasa Hukum warga Kragilan, Ahmad Bachrudin, mengatakan, ia dan 7 rekan advokat yakni Erfan Andrianto, Wawan Muslih, Fadhil Mansyurrudin, Teguh Suroso, Kartika Cahyo Putranto, Agus Joko Purnomo, dan Isyadi mendapatkan kuasa dari warga Kragilan untuk melakukan gugatan clas action.

"Gugatan clas action kami sampaikan ke PN Sukoharjo pada 1 Oktober 2020, dengan bukti nomor 97/pdtG/2020/PN Skh. Kami ada 8 pengacara yang siap mendampingi warga Kragilan mendapatkan hak air bersih," kata Ahmad Bachrudin saat ditemui di Dukuh Kragilan, Pucangan, Kartasura, Minggu (4/10).

Dalam materi gugatan warga, setidaknya ada dua pihak tergugat yakni Direktur PDAM dan Bupati Sukoharjo. Setidaknya ada 31 alasan dalam materi gugatan tersebut, di antaranya, bahwa para penggugat merupakan tokoh masyarakat atau perwakilan warga dari dukuh Kragilan RW 15 yang terletak di Desa Pucangan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo.

Menurutnya, mereka mewakili masyarakat di wilayah Dukuh Kragilan RW 15 dengan jumlah penduduk sekitar 573 jiwa lebih yang terdiri dari sekitar 161 KK. Tergugat I merupakan sebuah Perusahaan Umum Daerah (Perumda) milik pemerintah daerah Kabupaten Sukoharjo yang bergerak di sektor penyediaan air minum milik pemerintah daerah dan berfungsi melakukan pengelolaan air minum untuk kebutuhan masyarakat secara profesional.

Sedangkan tergugat II adalah Kepala Daerah Pemerintah Kabupaten Sukoharjo yang bertugas dan bertanggung jawab mengayomi dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat atau warga di seluruh wilayah Kabupaten Sukoharjo.

"Intinya, sejak ada proyek sumur dalam PDAM di Desa Kertonatan, sumur warga di Kragilan kering. Hal tersebut terjadi sejak tahun 2019," ujarnya.

Sampai saat ini, warga sudah berusaha melakukan mediasi, tapi tidak pernah didengar, bahkan warga meminta hearing dengan DPRD juga belum terlaksana. "Kami sudah menyurati Gubernur dan kini kita gugat secara perdata," ucapnya.

Bachrudin menjelaskan, akibat pembuatan dan beroperasinya sumur dalam milik tergugat I di Dukuh Patahan, Desa Kertonatan, Kecamatan Kartasura dan mengakibatkan hilangnya sumber mata air dari sumur warga Dukuh Kragilan RW 15 Desa Pucangan, Kecamatan Kartasura.

Akibatnya, ada sekitar 573 jiwa atau setidaknya 161 KK tidak bisa menikmati air bersih dari sumber air sumur milik sendiri karena mengering atau kehilangan sumber mata air. Lalu, ada sekitar 84 anak-anak atau balita tidak bisa menikmati air bersih. Selain itu, ada 10 pengusaha mengalami penurunan produksi yang berimbas terhadap berkurangnya penghasilan.

Menurut Bachrudin, warga menuntut ganti rugi kepada para tergugat. Perhitungannya, bisa disasumsikan yakni konsumsi air bersih per jiwa per hari adalah 90 liter. Jumlah jiwa 573 sama dengan konsumsi air 51.570 liter per hari.

Lalu, usaha tahu dan tempe 5 orang sama dengan konsumsi air 25.000 liter per hari. Kemudian, warung makan 9 orang sama dengan konsumsi air 81 liter per hari. Laundry pakaian 2 orang sama dengan konsumsi air 540 liter per hari. 

"Totalnya 77.191 liter per hari. Jika dikalikan 30 hari sama dengan 2.315.730 liter per bulan," ujarnya.

Bachrudin lebih lanjut menyampaikan, warga pada tahun 2019 mengalami kekeringan selama 6 bulan dan 9 bulan pada tahun 2020. Masyarakat mengalami kekeringan air sumur selama 15 bulan.

"Kerugian hilangnya air bersih adalah 2.315.730 liter x 15 bulan sama dengan 34.735.950 liter atau sekitar 34.736 M³. Sedangkan harga 1 M³ air adalah Rp41.600 x 34.736 M3 sama dengan Rp1.445.017.600. Jadi nilai kerugian materiil atas hilangnya air bersih adalah Rp1.445.017.600," ujarnya.

Sedangkan, kerugian materiil, khususnya bagi pengusaha tahu dan tempe maka para penggugat menuntut ganti rugi yakni kerugian bersih Rp300.000 per pengusaha per hari.

"Rp 300.000 x 30 hari x 15 bulan sama dengan Rp135.000.000, lalu dikalikan 5 orang pengusaha, jumlahnya yakni Rp675.000.000. Jadi, kerugian yang dialami 5 orang pengusaha tahu dan tempe selama kekeringan adalah Rp675.000.000," ujarnya.

Menurut Bachrudin, kekeringan dan hilangnya sumber mata air bersih ini membuat warga Kragilan gelisah dan cemas. Anak-anak sekolah mengalami stres karena tidak bisa menikmati air bersih untuk mandi pagi persiapan sekolah.

Cadangan air bersih sangat terbatas dan apabila air digunakan untuk mandi oleh salah satu anggota keluarga, maka anggota keluarga lainnya tidak kebagian. Warga juga tidak mempunyai air untuk mencuci pakaian dan sebagainya.

"Harga tanah warga di lingkungan Dukuh Kragilan RW 15 Desa Pucangan menjadi rendah atau turun harga jualnya, disebabkan sulitnya akses air bersih," katanya.

Atas kondisi tersebut, para penggugat menuntut kerugian immaterial sebesar Rp20 miliar. Sehingga, dalam gugatan primernya, warga meminta pengadilan untuk menghukum tergugat I membayar ganti rugi sebesar Rp1.445.017.600, kerugian yang dialami 5 orang pengusaha tahu dan tempe selama kekeringan adalah Rp675.000.000, menghukum tergugat I membayar ganti kerugian immaterial kepada warga dukuh Kragilan RW.15 Desa Pucangan sebesar Rp20 miliar.

"Serta menghukum tergugat I membayar uang paksa (dwangsom) kepada para penggugat apabila terjadi keterlambatan pembayaran ganti kerugian materiil sebesar Rp1 juta setiap hari dan atau jumlahnya diputuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan apabila tergugat I terlambat memenuhi isi putusan terhitung sejak putusan mempunyai kekuatan hukum tetap," katamya.

Selain itu, juga menghukum tergugat I untuk meminta maaf dan mengumumkan putusan pengadilan pada 4 media selama 3 hari sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat.

"Warga juga meminta pengadilan menghukum tergugat II [Bupati Sukoharjo] untuk melaksanakan fungsi kepala pemerintahan yang baik, yaitu melindungi dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat di wilayahnya," kata dia.

372