Home Ekonomi Bibit Bodong Ancam Produktivitas Sawit Indonesia

Bibit Bodong Ancam Produktivitas Sawit Indonesia

Pekanbaru, Gatra.com - Dikenal sebagai sentra sawit Indonesia, bukan jaminan produktivitas sawit di Riau dapat optimal. Namun, persoalan produktivitas kebun sawit terjadi hampir merata di seluruh sentra sawit tanah air.

Sebagai gambaran, data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, mencatat pada tahun 2017, total lahan sawit di Indonesia mencapai 14,04 juta hektare, dengan produktivitas lebih kurang 2.70 ton per hektare. Sedangkan Malaysia hanya memiliki luasan kebun sawit 5,3 juta hektare, namun dengan produktivitas mencapai 3,96 ton per hektare.

Kepada Gatra.com, pembudidaya kelapa sawit, Tolen Ketaren, mengatakan rendahnya produktivitas lahan sawit di Riau dan Indonesia pada umumnya, dipicu oleh sejumlah kesalahan sejak awal penanaman.

Kesalahan tersebut kata Tolen bukan hanya disebabkan pengetahuan petani yang terbatas. Tapi, juga lantaran kurangnya penyuluhan dari pemerintah.

"Lahan sawit menjadi kurang produktif bisa disebabkan oleh bibit yang ditanam. Jadi bukan sebatas jarak tanam semata atau frekuensi pemupukan," sebutnya, Ahad (11/10).

Namun memilih bibit bukan pekara gampang. Menurut Tolen sering kali petani terjebak pada bibit palsu. Tolen merinci, bibit palsu biasanya mendompleng nama tenar bibit paten. Umumnya, bibit palsu akan dipatok dengan harga murah, suatu cara menarik perhatian petani.

"Kebanyakan petani pengetahuannya terbatas pada tempat asal bibit paten, misalnya dari Sumut. Tapi apakah bibit yang nanti dari Sumut itu asli apa palsu, banyak petani tidak tahu. Kalau bibit paten katakan bisa dijual Rp8000 per biji, bibit palsu bisa dijual jauh dibawah harga itu bisa Rp400 per biji. Faktor harga itu yang bisa menjebak petani," tekannya.

Tolen sendiri mengaku pernah menjadi korban bibit sawit bodong, parahnya lagi itu baru ketahuan setelah usia kelapa sawit mencapai diatas 5 tahun. Saat usia sawit sudah memungkinkan untuk panen, maka sawit dengan bibit bodong buahnya jauh lebih sedikit dibandingkan sawit dengan bibit paten.

"Itu indikator ada masalah dengan bibit yang kita tanam. Idealnya petani menanam bibit varietas unggul hasil Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Meski, nanti harganya lebih mahal," pinta Ketua Asosiasi Petani Sawit Masa Depan ku (SAMADE).

Mahalnya bibit varietas unggul lantaran  pengenaan riset dalam proses pembentukan bibit. Sedangkan bibit sawit bodong, umumnya diproses dengan skala industri rumahan. Bibit dari skala rumahan inilah yang kemudian diklaim sebagai bibit unggul yang diproses ala pabrik.

"Jadi bisa dikatakan ada mafianya pada ranah ini. Itu sebabnya perlu ada perhatian pemerintah terhadap peredaran bibit palsu yang merugikan petani sawit," tukasnya.

Berdasarkan data Kementrian Pertanian  tahun 2018 jumlah petani sawit Riau mencapai 580.902 jiwa. Adapun luasan kebun sawit di Riau mencapai 3,38 juta hektare, yang digarap petani swadaya dan perusahan perkebunan baik swasta dan negara. Sedangkan ekspor CPO beserta turunannya di Pelabuhan Dumai, mencapai 4,75 juta ton.

558