Home Gaya Hidup Akibat Covid, Pedagang Terjepit Diantaran Tumpukan Buku

Akibat Covid, Pedagang Terjepit Diantaran Tumpukan Buku

Medan, Gatra.com - Hotlin Simbolon dengan senyum menyapa setiap orang yang datang ke lantai dua lapak buku Lapangan Merdeka, Medan. Lelaki berusia 43 tahun tersebut menawarkan buku-buku yang dijajakannya di kios berukuran kecil di barisan tengah pusat penjualan buku tersebut. 
 
Ayah satu orang anak itu tetap setia menjaga kios yang sudah dihuninya bertahun-tahun. Sekalipun pembeli sepi, dia berharap ada yang mencari buku bekas atau buku baru.
 
Sembari menghela nafas panjang, Hotlin merapikan satu persatu buku dalam tumpukan etalase dagangannya. Menyusun sesuai dengan kelompok bacaan kebutuhan pembeli.
 
Itulah kondisi Hotlin saat ditemui Gatra.com, Jumat (23/10). Hotlin adalah satu dari sekian banyak pedagang buku yang saat ini mengalami kerugian yang sangat besar akibat covid 19. Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) belum mampu mengembalikan sumber perekonomian mereka. Terlebih saat ini dunia pendidikan dihadapkan pada proses belajar jarak jauh atau belajar dari rumah. 
 
Sehingga tidak ada keharusan siswa memiliki buku bacaan seperti saat mereka belajar di sekolah. Hotlin menuturkan bahwa biasanya, di awal bulan Juni hingga Agustus mereka melayani para pelajar di tahun ajaran baru. Buku yang dipasarkan sesuai dengan kurikulum pendidikan yang berlaku. 
 
Selanjutnya antara bulan Agustus hingga Oktober pelanggan mereka adalah mahasiswa yang akan mengikuti perkuliahan baru. "Kalau kerugian yang besar itu untuk buku pelajaran sekolah. Karena kurikulum selalu berubah. Nanti yang tidak laku akan dijual kiloan ke pengumpul botot. Kalau buku mahasiwa masih bisa kita simpan," jelasnya. 
 
Hotlin mengungkapkan bahwa mereka juga tidak pernah menerima bantuan. Padahal mereka salah satu pelaku usaha yang terdampak cukup besar atas kebijakan pemerintah untuk belajar di rumah. "Kalau kami hampir tidak ada bantuan seperti teman-teman pedagang sayur dan pedagang di pasar. Kami hanya berjuang memenuhi kebutuhan kami, menjaga tumpukan buku kami tidak berlapuk dimakan rayap," jelasnya. 
 
Hotlin menambahkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir mereka selalu mengalami kerugian. Terlebih sejak populernya penggunaan buku digital atau buku elektronik. Selanjutnya pengelolaan dana bos di sekolah yang membuat mereka juga mengalami penurunan pendapatan. 
 
"Ditambah lagi covid, membuat kami semakin terjepit diantara tumpukan buku ini. Kami hanya berharap ada dukungan dari pemerintah agar kami dapat bertahan. Karena kami memasarkan kebutuhan utama untuk pendidikan," ujarnya. 
 
Hal yang sama juga dituturkan oleh Tiperjon Sirait, 40. Pedagang buku yang sudah puluhan tahun berjualan di kawasan Lapangan Merdeka tersebut mengurai bahwa kerugian  mereka mencapai 70 persen dari biasanya. 
 
Bahkan dia ikhlas jika tahun ini harus menjual ratusan kilo buku bekas yang dimungkinkan tidak digunakan lagi di kurikulum baru tahun depan. "Tidak banyak yang bisa kami perbuat. Kami hanya bisa bersabar dan berharap ada yang peduli," ujarnya.
 
Sementara itu, pedagang lainnya, Sriwahyuni, 33 mengungkapkan kecemasan yang tidak jauh berbeda. Dia mengaku bahwa saat ini satu persatu pembeli sudah mulai datang untuk mencari buku. Namun belum dapat kembali normal seperti sebelum pandemi. 
 
Perempuan berjilbab yang akrab disapa Yuyun tersebut mengungkapkan bahwa dia harus berjuang sendiri menghidupi biaya kebutuhan hidup keluarganya. Namun dia tetap bersyukur karena mereka masih tetap dapat hidup dengan baik. 
 
Yuyun yang saat ditemui gatra menerima bantuan dari salah satu komunitas kaum ibu di Medan mengatakan bahwa mereka tetap bertahan sebagai pedagang buku. Karena pekerjaan tersebut sudah melekat dalam kebiasaan bisnis mereka. 
 
"Kita berharap lekas pulih. Karena anjuran pemerintah untuk menggunakan masker, menjaga jarak aman dan mencuci tangan belum memulihkan sekolah. Sementara pasar utama kami adalah mereka yang sekolah atau kuliah," jelasnya.
280