Home Hukum Kebakaran Kejagung: 8 Tersangka, Penyebab Putung Rokok

Kebakaran Kejagung: 8 Tersangka, Penyebab Putung Rokok

Jakarta, Gatra.com - Tim Gabungan dari Bareskrim Polri, Polda Metro Jaya, dan Polres Jakarta Selatan menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus kebakaran Kejaksaan Agung (Kejagung). Polisi memastikan kebakaran itu atas faktor kelalaian, yakni karena putung rokok yang terkena bahan-bahan mudah terbakar.

Tersangka itu terdiri dari lima tukang bangunan inisial T, H, S, K, IS, satu mandor inisial UAM, Direktur Utama CV Arkan Putra Mandiri inisial R dan Pejabat Oembuat Komitmen (PPK) Kejaksaan Agung inisial NH. Para tersangka didapatkan dari hasil pemeriksaan terhadap 131 orang, yang dikerucutkan menjadi 64 saksi.

Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Ferdy Sambo merincikan peran para tersangka. Mulanya ia menjelaskan, hasil pantauan citra satelit dari Institut Pertanian Bogor (IPB) yang biasa digunakan untuk memantau kebakaran lahan, titik api berasal dari lantai enam, tepatnya Aula Biro Kepegawaian Kejagung.

Saat itu lantai tersebut diisi oleh lima tukang bangunan. Selain bekerja, Sambo menyebut para tukang melakukan aktivitas terlarang, yakni merokok di ruangan dan dekat dengan bahan yang mudah terbakar.

"Penyebab awal adalah kelalaian dari lima tukang yang bekerja di ruang lantai enam tersebut. Harusnya tidak merokok," ujar Sambo dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (23/10).

Hasil pemeriksaan dan analisis para ahli menyebut, rokok memang bisa menjadi penyebab open flame atau nyala api terbuka, yang sebelumnya menjadi dugaan awal penyebab kebakaran ini. Para ahli disebut sudah melakukan percobaan dan ditemukan bahwa kandungan dari polybag yang ada di lantai enam itu bisa menyulut api.

Sambo menambahkan, sampel yang diperiksa penyidik dan ahli di dalam polybag warna hitam itu berisi lap tiner, bekas kayu, dan putung rokok. Masalahnya kata Sambo, di dekat polybag itu juga ada tiner dan lem aibon.

Atas dasari itu, polisi menetapkan empat tukang bagunan dan satu tukang pasang wallpaper beserta mandornya sebagai tersangka. Saat kejadian, sebenarnya mandor tak ada di lokasi dan digantikan tukang yang lain yang ditunjuk oleh Staf Biro Kejagung. Namun, polisi memutuskan mandor turut bertanggung jawab atas kesalahan para tukang, terlebih sudah ada peringatan untuk tidak merokok di ruangan tersebut.

"Mandornya pada saat hari itu tidak ada di lokasi, sehingga mungkin menyebabkan terjadinya kegiatan-kegiatan yang tidak sesuai yang seharusnya dilakukan, tapi tidak dilakukan," tegas dia.

Selain dari rokok, Sambo menyebut Gedung Kejagung juga menggunakan alat pembersih yang tidak sesuai ketentuan, yakni terdapat kandungan minyak lobi yang digunakan oleh cleaning service untuk melakukan pembersihan ruangan. Setelah dicek, tim mendapatkan adanya fraksi solar dan tiner di setiap lantai.

"Mempercepat api adalah penggunaan minyak lobi atau alat pembersih lantai bermerk Top Cleaner. Ini enggak ada izin edarnya," jelas Sambo.

Top Cleaner sendiri merupakan produk buatan dari CV Arkan Putra Mandiri (APM) yang dipimpin oleh inisial R. Sambo menyebut, ada hal yang tidak sesuai dalam penandatanganan kerja sama antara perusahaan itu dengan pejabat PPK Kejagung, sehingga keduanya ditetapkan sebagai tersangka.

"Harusnya dia tidak menggunakan alat pembersih lantai itu menggunakan kandungan fraksi solar. Dari ahli Kemenkes kita mintakan (data), apakah boleh, kemudian alat pembersih ini menggunakan alat-alat yang mudah terbakar. Tidak boleh, ada ketentuannya. Ketentuan dilanggar karena dia tidak mengetahui sehingga kita kenakan kealpaan," papar dia.

Sambo mengklaim pihaknya telah maksimal memeriksa kebakaran itu dan menunjukkan tidak ada unsur kesengajaan dari para tersangka untuk melakukan pembakaran. Kebakaran yang terjadi pada 22-23 Agustus 2020 lalu, sejak pukul 18.25 WIB hingga berhasil padam pukul 06.00 WIB, dipastikan karena kelalaian merokok di sembarang tempat dan terkena bahan yang mudah terbakar.

Proses pemeriksaan berjalan selama 63 hari. Padahal, di hari ke-30 pemeriksaan polisi menaikkan kasus ini dari penyelidikan menjadi penyidikan lantaran ditemukan dugaan tindak pidana sengaja menimbulkan kebakaran (Pasal 187 KUHP) atau kelalaian (Pasal 188 KUHP). Namun kata Sambo, para tersangka dikenakan Pasal 188 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP, dengan ancaman lima tahun penjara.

Kebakaran Gedung Kejagung menjadi sorotan bersamaan dengan kasus Djoko Tjandra yang ditangkap setelah buron 11 tahun akibat hak tagih (cessie) Bank Bali dan melibatkan oknum penegak hukum, yakni bekas Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Tak ada korban jiwa, akan tetapi kerugian dari kebakaran itu ditaksir mencapai Rp1,1 triliun.

460