Home Milenial Membuka Kerangkeng Sumpah Pemuda lewat Semangat DIY

Membuka Kerangkeng Sumpah Pemuda lewat Semangat DIY

Yogyakarta, Gatra.com - Peringatan Sumpah Pemuda mesti dimaknai dengan menempatkan generasi muda Indonesia di peta global. Semangat ‘do it yourself’ dan berjejaring menjadi pilihan generasi muda saat ini yang patut didukung pemerintah.

Hal itu disampaikan Oki Rahadianto, Direktur Eksekutif Youth Studies Centre (Yousure), lembaga kajian studi kepemudaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM), Kamis (28/10).

“Konteks Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 adalah pembentukan bangsa dan perjuangan menuju kemerdekaan. Jika tiga poinnya dikerangkeng hanya secara tekstual, pemaknaannya di masa sekarang tidak akan tajam, bahkan kontraproduktif,” tutur Oki kepada Gatra.com.

Untuk itu, Oki menyatakan, Sumpah Pemuda bukan hanya dimaknai dalam semangat kebangsaan, melainkan juga mesti dibaca dalam konteks global. “Jadi orientasinya ke global dan kosmopolitan. Generasi muda Indonesia adalah bagian generasi global,” kata pengajar Departemen Sosiologi Fisipol UGM ini.

Dengan demikian, kondisi anak muda Indonesia saat ini sebenarnya bukan khas dan unik ada di Indonesia. Menurut Oki, generasi muda dunia mengalami kesenjangan sosial, termasuk anak muda Indonesia dengan sejumlah kasusnya.

Oki menyebut, anak muda Indonesia kini dihadapkan beberapa masalah, seperti ketiadaan jaminan pendidikan, terbatasnya sumber daya alam karena eksploitasi, kesulitan kepemilikan perumahan, ‘pemaksaan’ menjadi wirausaha, hingga menjadi kambing hitam penularan Covid-19. “Masalah-masalah ini bisa dialami generasi muda di negara lain dengan derajad berbeda,” tuturnya.

Dunia digital yang selama ini dianggap menjadi sarana pemerataan akses pun tak luput dari kesenjangan sosial generasi muda. “Mereka dari kelas sosial tertentu dapat mengambil manfaat lebih banyak dan ini semua arahnya ke sistem ekonomi neoliberal,” ujarnya.

Menurut Oki, Covid-19 memperburuk situasi ini karena pandemi tak melihat batasan negara, sedangkan sejumlah negara termasuk Indonesia menghadapi kondisi ini dengan cara pandang nasionalisme sempit.

“Anak muda Indonesia bahkan jadi kambing hitam penularan Covid-19,” kata Oki merujuk pada sejumlah pernyataan bahwa generasi muda paling bandel menerapkan protokol kesehatan.

Pandemi membahayakan nasib dan masa depan generasi muda yang memiliki aspirasi global, seperti akademisi dan pekerja seni yang menempuh studi dan berkarir di mancanegara.

Kondisi ini seperti ditunjukkan penolakan sejumlah negara terhadap kunjungan warga Indonesia karena dinilai tak menangani pandemi secara baik. “Masa depan generasi muda terancam karena mereka memiliki jalur mobilitas internasional,” ujar Oki.

Dengan kondisi ini, di momen Sumpah Pemuda ini, generasi muda Indonesia dapat menciptakan narasi biografisnya sendiri. Menurut Oki, anak muda mesti punya cara pandang dan mengambil inisiatif secara mandiri dengan semangat swadaya atau do it yourself (DIY).

“Tapi bukan secara individu, melainkan tetap merajut jejaring sosial secara terbuka, antar komunitas, asosiasi, bahkan lintas bangsa, tanpa harus bergantung pada generasi sebelumnya dan negara,” tuturnya.

Negara, menurut Oki, tak perlu ambil pusing memikirkan dan mencampuri kehendak anak muda, melainkan cukup memperlakukannya selayaknya warga negara lain, seperti menyediakan jaminan kesehatan dan pendidikan. “Ini dapat mengatasi kesenjangan sosial di generasi muda dengan start yang tidak sama,” kata dia.

163