Home Info Sawit Warna-Warni PSR di Sumut

Warna-Warni PSR di Sumut

Medan, Gatra.com - Lelaki 50 tahun ini sudah mulai bisa sumringah. Soalnya tahun ini, program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di Sumatera Utara (Sumut), sudah jauh lebih moncer dibanding sebelumnya.

Dari yang tadinya hanya 3000 hektar, sekarang luasannya sudah melejit menjadi 14 ribu hektar. PSR itu tersebar di 12 kabupaten dari 33 kabupaten/kota yang ada di Sumut.

Kabupaten Langkat menjadi daerah paling luas menikmati PSR itu, mencapai 3.000 hektar. Ini berarti, untuk petani sawkit di Langkat saja, ada Rp75 miliar duit dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang mengalir.

"Soalnya kan, besaran dana hibah itu Rp25 juta untuk tiap hektar kebun yang akan diremajakan," cerita Gus Dalhari Harahap kepada Gatra.com, Minggu (1/11).

Daerah lain yang ikut menikmati duit PSR itu kata Ketua DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) ini antara lain; Deli Serdang, Serdang Bedagai (Sergai), Asahan, Batubara, Simalungun, Labuhan Batu Utara (Labura), Labuhan Batu, Labuhan Batu Selatan (Labusel), Padang Lawas (Palas), Padang Lawas Utara (Paluta) dan Mandailing Natal (Madina)

Yang membikin Ketua Harian DPP Apkasindo ini semakin senang, 95 persen yang ikut PSR itu adalah petani swadaya, sisanya eks plasma.

Tak mudah kata ayah tiga anak ini membikin capaian PSR sampai di angka 14 ribu hektar tadi. Selain petani banyak yang enggak percaya dengan adanya dana hibah, banyaknya persyarakat juga membikin petani terkendala.

Sebelumnya kata Gus, satu kabupaten paling banter 50-60 hektar yang mengusulkan PSR. "Alhamdulillah, sekarang persyaratannya sudah sangat mudah. Cukup legalitas lahan dan kelembagaan. Kepercayaan petani dengan program PSR ini pun kian meningkat," ujarnya.

Meski jumlah peserta PSR semakin meningkat, sederet kendala kata Gus masih ada. Mulai dari masih adanya lahan kebun petani yang masuk dalam klaim kawasan hutan, kelembagaan yang lemah, surat lahan yang 'disekolahkan' ke bank, hingga munculnya 'raja-raja' kecil di daerah.

"Soal penguatan kelembagaan petani, kami masih dan akan terus lakukan. Sebab kelembagaan ini akan sangat penting nanti untuk pengajuan sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan kemitraan dengan pabrik," katanya.

Nah, persoalan yang membikin pusing itu sebenarnya kata Gus, di beberapa daerah ada yang beranggapan kalau program Presiden Jokowi ini adalah proyek.

Alhasil, oknum-oknum di daerah ini PSR ini diperlakukan layaknya proyek yang duitnya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Mana bisa kayak begitu. Yang namanya program ya program," tegas Gus.

Lalu, di Labura kata Gus, ada oknum yang memaksakan supaya pada setiap pengajuan PSR, harus mengatasnamakan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) bikinannya.

"Sementara Gapoktan itu sebenarnya, untuk pangan dan hortucultura. Tapi ini dipaksakan. Kalau enggak lewat Gapoktan, enggak boleh pengajuan," ujar Gus.

Gus mengaku sempat protes dengan aturan main itu. "Saya tanya apa alasannya harus atas nama Gapoktan? Oknum itu bilang lantaran keterbatasan personil. Nah, saya minta dibikin tertulis keterbatasan personil itu, oknumnya enggak mau," rutuk Gus.

Di Palas dan Paluta kata Gus beda lagi. Di dua daerah ini ada pula oknum yang coba-coba mengatur kontraktor yang boleh dan tidak boleh mengerjakan PSR. "Macam-macamlah masalah yang ada," katanya.

Meski begitu, Apkasindo Sumut kata Gus, tetap akan terus berusaha maksimal untuk menyukseskan program Jokowi itu.

"Ini memang sudah komitmen kami, mulai dari DPP hingga DPU. Ketum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung, selalu memesankan itu dalam setiap rapat-rapat daring yang kami lakukan," ujarnya.


Abdul Aziz

 

826