Home Info Sawit Tak Sekadar Cerita Dari Katamso 51

Tak Sekadar Cerita Dari Katamso 51

Pekanbaru, Gatra.com - Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Mendengar nama ini, dalam benak orang bakal langsung saja tergambar pohon kelapa sawit.

Pemikiran semacam itu sah-sah saja, soalnya selama ini orang beranggapan kalau lembaga yang bermarkas besar di kawasan jalan Brigjen Katamso 51 Medan ini hanyalah penghasil kecambah dan bibit kelapa sawit.

Tapi yang sebenarnya, PPKS justru sudah melakukan jauh dari anggapan itu. Selain memproduksi ragam kecambah, lembaga yang sudah berumur 104 tahun ini, sejak 30 tahun lalu sudah memproduksi dan mengembangkan biodiesel.

Malah sejak 16 tahun lalu, PPKS sudah punya pabrik mini biodiesel berkapasitas 3 ton sehari. Pabrik itu berdiri kokoh di sudut komplek markas besar tadi.

Kayu laminasi atau yang dikenal juga dengan istilah glued laminated timber (glulam) berbasis batang kelapa sawit, juga sudah dibikin.

Untuk oleopangan, PPKS juga sudah membikin ragam produk. Mulai dari Bolu Gulung Elaeis, Chocopalm, cocoa butter substitute, palma frying shortening, palma baking shortening, palma margarin, palma roti, hingga palma donat.

Kosmetik juga ada. Namanya kosmetik guineensis. Variannya bukan cuma satu, tapi sudah enam; Organic Liquid Facial Wash, Brightening Day Cream, Brightening Night Cream, Anti-Aging Day Cream, Anti-Aging Night Cream, dan Hand and Body Lotion.

Lantas bahan campuran untuk meningkatkan efektivitas penggunaan pestisida kimia di lapangan, seperti herbisida, fungisida, insektisida juga sudah tersedia. Bahan campuran ini disebut juga dengan nama Surfaktan.

Kalau butuh vitamin A dan E di PPKS juga ada, termasuk Imunomodulator (imudulator). Lembaga Pusat Unggulan IPTEK (PUI) malah sudah berhasil mengekstrak senyawa lauric acid dari minyak sawit dan larva Black Soldier Fly (BSF).

Ini diuji secara in vitro sebagai salah satu produk imunomodulator potensial untuk memerangi pandemi corona.

"Khusus imunomodulator tadi, walau hasilnya cukup menggembirakan tapi hasil itu masih sebagai langkah awal. Uji lanjutan masih harus dilakukan biar kita tahu seefektif apa obat ini jika kita ujicobakan kepada manusia," cerita Muhammad Edwin Syahputra Lubis, kepada Gatra.com, Minggu (8/11).

Kalau soal upaya untuk membikin tanaman kelapa sawit menjadi lebih berkualitas kata Kepala PPKS ini, pihaknya sudah menghasilkan banyak pola.

Penelitian juga masih terus dilakukan. Misalnya soal gimana membikin varietas kelapa sawit yang toleran terhadap kekeringan.

Lalu gimana menghasilkan tanaman yang tetap produktif meski ditanam di lahan yang tidak subur atau terlambat memupuk.

"Kami sedang merekayasa bahan tanaman yang bisa menggunakan hara secara efisien (NUE: nutrient use efficiency). Biar tanaman itu tetap berproduksi optimal walau unsur haranya kurang mendukung," ujar lelaki 50 tahun ini.

Untuk menghasilkan semua yang diperlukan itu, PPKS kata doktor ilmu tanah jebolan Universitas Putra Malaysia ini punya 55 orang peneliti.

Mereka dibagi dalam 6 kelompok penelitian (kelti); 12 orang untuk pemuliaan dan bioteknologi tanaman, 19 orang untuk ilmu tanah dan agronomi, proteksi tanaman 7 orang, pengolahan hasil dan mutu 5 orang, rekayasa teknologi dan pengelolaan lingkungan 6 orang dan sosio tekno ekonomi 6 orang.

"Kami akan terus mengembangkan riset dan teknologi unggul perkelapasawitan yang ramah lingkungan, menyediakan jasa layanan terbaik yang berdaya guna dan tepat sasaran, mendukung perkelapasawitan melalui konsep pemikiran strategis, penyediaan produk riset dan jasa, mendorong pengembangan sumber daya manusia dan pelestarian sumber daya alam serta menggali potensi untuk mandiri dan sejahtera secara berkelanjutan," rinci Komite Peneliti dan Pengembangan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ini.

Dan untuk semua itu kata Dewan Pakar Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) ini, PPKS sangat serius lantaran PPKS punya tata nilai yang disebut dengan IOPRI; Inovatif, Obyektif, Profesional, Reliabel dan Integritas.


Abdul Aziz

 

502