Home Ekonomi KIARA: Tata Kelola Lobster Bobrok Dari Hulu Sampai Hilir

KIARA: Tata Kelola Lobster Bobrok Dari Hulu Sampai Hilir

Jakarta, Gatra.com - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Republik Indonesia telah menemukan praktik persaingan usaha yang tidak sehat dalam bisnis ekspor benih lobster di Indonesia. Salah satu temuan pentingnya yakni pintu ekspor dari Indonesia ke luar negeri hanya dilakukan melalui Bandara Soekarno Hatta.

Hal ini secara tegas disampaikan oleh Komisioner KPPU, Guntur Saragih pada Kamis, (12/11) dalam sebuah konferensi virtual. Padahal menurutnya, mayoritas pelaku lobster berasal dari Nusa Tenggara Barat dan Sumatera.

Selain itu, berdasarkan Keputusan Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Nomor 37 Tahun 2020 tentang Tempat Pengeluaran Khusus Benih Bening Lobster dari Wilayah Negara RI telah menetapkan enam bandara yang direkomendasikan untuk pengiriman benih lobster ke luar negeri. Adapun enam bandara itu yakni Bandara Soekarno-Hatta, Bandara I Gusti Ngurah Rai Denpasar, Bandara Juanda Surabaya, Bandara Internasional Lombok, Bandara Kualanamu Medan dan Bandara Hasanuddin Makassar.

Menanggapi hal ini, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati menilai, praktik persaingan usaha yang tidak sehat dalam ekspor benih lobster ini menggambarkan tata kelola lobster di Indonesia bobrok dari hulu sampai hilir. Kerusakan di hulunya, pada regulasi Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah Negara Republik Indonesia yang dikeluarkan pada awal Mei 2020 lalu.

Kerusakan tata kelola lobster di bagian tengah, lanjutnya, perusahaan eksportir benih lobster membeli lobster ukuran konsumsi untuk dipindahkan ke keramba jaring apung (KJA) milik perusahaan dan diklaim sebagai keberhasilan dalam budidaya. Tak hanya itu, perusahaan membeli lobster berukuran di atas 50 gram dari pembudidaya untuk dilepasliarkan di alam dan diklaim sebagai keberhasilan panen. Perusahaan juga mengklaim lahan KJA milik nelayan pembudidaya dan hasil panennya sebagai keberhasilan budidaya.

“Dalam konteks ini, nelayan pembudidaya lobster sangat dirugikan karena kemitraan yang dilakukan oleh perusahaan hanya untuk memenuhi syarat administratif ekspor. Setelah perusahaan mendapatkan izin ekspor, nelayan pembudidaya ditinggal,” katanya di Jakarta, Jumat (13/11).

Susan menambahkan, temuan KPPU membuktikan kerusakan tata kelola lobster di level hilir, ada pihak-pihak yang hendak mencari keuntungan dengan sengaja melakukan konsentrasi pengiriman benih lobster ke luar negeri hanya melalui Bandara Soekarno Hatta.

“Ini jelas dilakukan by design dan melibatkan pemain besar. KPPU harus segera membuka siapa aktor utamanya,” tegasnya.

Ia meminta berbagai lembaga negara untuk mengawal kebijakan ekspor lobster dari hulu hingga hilir. Lantaran, kecurangan dalam ekspor lobster ini tidak menguntungkan bagi negara maupun nelayan. Malahan, terjadi eksploitasi besar-besaran benih lobster yang membahayakan sumber daya perikanan.

184