Home Gaya Hidup Akademisi Usulkan Konsep Universitas Terbuka di Pesantren

Akademisi Usulkan Konsep Universitas Terbuka di Pesantren

Cilacap, Gatra.com – Akademisi IAIN Purwokerto mengusulkan kepada pemerintah untuk menyiapkan konsep dan regulasi yang mengatur kerja sama antara perguruan tinggi dengan pesantren, terutama yang berada di wilayah pedesaan. 

Menurut dia, konsep pembelajaran ini memungkinkan santri di pesantren yang kesulitan mengakses pendidikan tinggi bisa berkuliah di wilayah yang dekat dengan pesantrennya. Sebab, berbeda dari sekolah formal yang biasanya terpusat di kota-kota besar, pondok pesantren tersebar hingga ke pedesaan.

Tuntutan pendidikan formal menyebabkan pesantren di pedesaan atau di pinggiran wilayah Cilacap, Jawa Tengah, kekurangan santri senior yang cenderung mengejar pendidikan formal hingga perguruan tinggi.

Dia menjelaskan, para santri rata-rata hanya belajar di pesantren antara tiga hingga enam tahun. Pasalnya, pendidikan formal yang bisa diakses di pedesaan pada umumnya hanya setingkat SLTP hingga SLTA. Bahkan, untuk mengakses pendidikan SLTA, kebanyakan santri harus menempuh jarak yang jauh dari pesantren.

Padahal, kata dia, tuntutan zaman membuat santri mesti menguasai keilmuan atau pendidikan formal hingga perguruan tinggi. Sebab, selepas SLTA, mereka keluar dari pesantren dan berpindah ke kota besar.

“Santri yang umurnya tua (tinggal lama di pesantren) itu kan agak sulit. Tetapi hari ini kan ditambah, misalnya di Tsanawiyah, Aliyah, itu kan enam tahun, plus di sini (STMIK) tiga tahun, total sembilan tahun di pesantren. Jadi pendidikan agamanya sangat membantu pesantren,” ujarnya.

Oleh sebab itu, ia pun mengusulkan agar pemerintah mempersiapkan konsep universitas terbuka di pesantren demi memberi akses kepada santri yang hendak menempuh pendidikan tinggi. Contohnya dengan mengatur kerja sama antara universitas tertentu dengan pesantren untuk membuka universitas terbuka atau kelas jauh di sebuah tempat yang bisa diakses oleh santri dari pesantren-pesantren di pedesaan.

“Hanya memang, tidak tahu ke depan dengan adanya hari santri, harusnya ada model persamaan. Kalau universitas ada terbuka, kenapa pesantren tidak dibuat terbuka juga untuk pendidikan formalnya. Hari ini kan pendidikan pesantren dianggap termarjinalkan,” ujarnya.

Dia pun menjelaskan, berdasar pengalamannya mendirikan pendidikan tinggi, Yayasan El Bayan Majenang, perlu waktu 15 tahun. Akses perizinan pendirian perguruan tinggi atau sekolah tinggi yang berat menurut dia menjadikan yayasan pendidikan di pedesaan enggan mengurusnya.

Sebab itu, ia pun mengusulkan agar pemerintah mempermudah perizinan pendirian tinggi di pedesaan desa memberi akses pendidikan kepada anak-anak desa dan santri di pesantren pedesaan.

“Untuk pemerataan pendidikan tinggi. Sepertinya pesantren memang membutuhkan itu,” ujarnya.

219