Home Gaya Hidup Dibayar di Bawah UMK, Guru Honorer Minta Diangkat Jadi ASN

Dibayar di Bawah UMK, Guru Honorer Minta Diangkat Jadi ASN

Yogyakarta, Gatra.com - Perwakilan Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non-Kriteria (GTKHNK 35 ) meminta DPRD DIY mengusulkan ke pemerintah untuk mengangkat guru honorer menjadi aparatur sipil negara (ASN) tanpa melalui tes atau sesuai masa kerja. 
 
Adapun guru honorer yang belum memasuki kriteria diangkat sebagai ASN, pemerintah daerah diminta membayar mereka sesuai upah minimum. Hal ini disampaikan Humas GTKHNK 35 Yuda Sutawa mewakili rekan-rekannya saat beraudiensi dengan Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana, Senin (23/11), di Gedung DPRD DIY.
 
"Keinginan kami para guru dan tenaga pendidik honorer kategori di atas 35 tahun menjadi PNS melalui Perpres/ UU dilandasi aturan yaitu pasal 24 ayat 1,2 3 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan PP Nomor 19 Tahun 2017 tentang perubahan PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru dan Dosen pada sub-pasal 59 ayat 3," ujar Yuda.
 
Menurut Yuda, tuntutan ini disuarakan karena peluang guru honorer dan tenaga pendidik di DIY berusia di atas 35 tahun untuk menjadi ASN amat kecil. Usia tersebut adalah batas maksimal usia dalam penerimaan CPNS.
 
"Kami menghargai mereka yang sudah berjuang selama 10 tahun hingga 15 tahun. Dengan status pegawai yang belum jelas itu, mereka rata-rata diangkat dengan SK (surat keputusan) Kepala Sekolah," ujar Yuda yang telah menjadi guru honorer selama 14 tahun di SDN 3 Turi, Sleman.
 
Melalui forum ini, GTKHNK 35 juga meminta pemerintah memperhatikan guru honorer dan tenaga pendidik yang belum memenuhi kriteria untuk mendaftar ASN. Pasalnya gaji dari pemerintah kota atau kabupaten jauh dari upah minimum kota dan kabupaten (UMK).
 
"Di DIY, banyak kawan-kawan pendidik yang hanya mendapatkan gaji Rp300 ribu - Rp500 ribu per bulan. Ini belum setara dengan standar pekerjaan dan biaya pendidikan yang dikeluarkan untuk menduduki bidang kerja sebagai guru. Kami tahu APBD DIY tidak bisa memenuhi gaji  itu. Kami berharap ini menjadi beban APBN," katanya.
 
Kondisi itu diperparah dengan kehadiran guru ASN baru atau mutasi yang mengampu mata pelajaran linier yang sebelumnya diampu guru honorer. Kehadiran mereka memaksa guru honorer mengampu mata pelajaran yang tidak linier dengan spesifikasi pendidikan.
 
Para guru honorer pun tidak bakal mendapat gaji karena sesuai petunjuk teknis guru honorer digaji jika mengampu mata pelajaran yang sesuai spesifikasi pendidikan. "Kami mohon dukungan dari DPRD DIY," pinta Yuda.
 
Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana berjanji membantu para guru honorer yang sudah 10-15 tahun mengajar tanpa kejelasan status kepegawaian. 
Karena rata-rata diangkat dengan SK Kepala Sekolah, guru honorer tidak memiliki landasan hukum yang kuat.
 
 "Kami akan buat surat, piye carane Pak Gubernur mikirke rakyate (bagaimana cara Gubernur DIY memikirkan rakyatnya). Status mereka belum jelas. Penghargaan materi juga kurang. Ada yang sudah menikah punya anak tentu berbeda kondisinya. Inilah dilema yang dihadapi guru honorer. Jumlah mereka sangat banyak di DIY," kata Huda.
196