Home Gaya Hidup Sungkan ke Tokoh Agama Jadi Problem Taat Prokes di Ponpes

Sungkan ke Tokoh Agama Jadi Problem Taat Prokes di Ponpes

Yogyakarta, Gatra.com - Budaya sungkan pada tokoh masyarakat dan tokoh agama diakui jadi problem penegakan penegakan protokol kesehatan (prokes) sehingga memunculkan kasus Covid-19 di pondok pesantren (ponpes).

Hal ini disampaikan Sekretaris Daerah Kabupaten Sleman, DIY, Harda Kiswaya, untuk merespons sekitar 80 kasus Covid-19 di pondok pesantren di daerah Gamping, Sleman.

Harda menyebut warga sekitar pesantren sebenarnya telah paham penerapan protokol kesehatan dan skrining untuk santri dari luar daerah yang akan belajar di pondok.

“RT-RW paham semua (prokes). Hanya saja, yang masuk pondok, ada kepercayaan yang bikin ada kejadian (Covid-19). Misal karena ewuh pakewuh dari RT-RW untuk menanyakan," tutur Harda saat ditemui di kompleks Pemda DIY Kepatihan, Yogyakarta, Kamis (26/11).

Ewuh pakewuh adalah rasa sungkan atau segan kepada seorang sosok yang biasa muncul dalam budaya Jawa. Di (pesantren) situ kan tokoh-tokoh semua. Ini jadi problem kami,”  imbuhnya.

Dalam dua hari ini, 79 kasus Covid-19 ditemukan di tempat pendidikan di Sleman, yang belakangan diketahui sebagai pesantren di Gamping. Sebanyak 77 kasus diumumkan kemarin dari hasil penelusuran atas satu dan dua kasus hari ini. Alhasil, sedikitnya 80 kasus Covid-19 di pesantren tersebut.

“Sesuai SOP, kami lokaslisir. Cek ke Dinas Kesehatan, koordinasi ke Kementerian Agama. Prinsipnya, kalau di situ ada tempat (isolasi), enggak dibawa ke mana-mana,” ujar Harda soal penanganan penderita Covid-19 di pesantren tersebut. Asrama Haji dan Gemawang tak ada masalah.

Jika tak tersedia tempat isolasi, Pemkab Sleman baru akan mencari tempat seperti menyewa gedung organisasi Aisyiyah yang saat ini tengah diupayakan. Menurut Harda, tempat isolaso di Asrama Haji dan Rusunawa Gemawang yang sempat penuh saat ini telah tersedia tempat.

“Tracing, pasti. Tapi ini bagaimana kedisiplinan kita diuji. Ini biasanya datangnya dari santri yang masuk. Ini yang kemungkinan proses rapid (test) perlu terus ditegakkan agar masuk Sleman betul-betul dideteksi kesehatannya. Ini memang tugas kami mendisiplinkan masyarakat,” tuturnya.

Namun, kejadian ini tak akan mengubah rencana Sleman untuk memulai kegiatan belajar tatap muka siswa di sekolah pada 2021. Sebab, menurut Harda, banyak masalah dalam belajar daring.

“Lokasi dan cara belajarnya lain. Kami sudah siapkan (pembelajaran) tatap muka. Jalan terus persiapannya karena kami memahami daring ini banyak masalah, utamanya anak-anak terkait kualitas belajarnya,” ujar dia.

Apalagi, kata Harda, Covid-19 telah menjadi hal biasa. “Ini sesuatu yang biasa karena pandemi ini sudah menimpa seluruh dunia. Biasa saja. Kita hidup di era pandemi. Diinfokan 3M saja,” katanya.

Namun Harda enggan menyebut nama dan jumlah pesantren di Sleman yang menjadi lokasi temuan Covid-19. Padahal keterbukaan informasi menjadi bagian dari upaya kewaspadaan warga terhadap sebaran Covid-19. “Nuwun sewu, enggak usah dianu nanti ndak bikin info yang enggak baik bagi masyarakat,” kata dia.

Sebelumnya Covid-19 sedikitnya telah ditemukan di lima pesantren di Sleman. Hingga medio Oktober, Kemenag DIY menyebut empat pesantren, yaitu Pesantren Sunan Pandanaran dan Pesantren Hidayatullah di Ngaglik, Muhammadiyah Boarding School (MBS) di Prambanan, dan Pesantren Tahfidz Yaumi di Moyudan.

Dari catatan Gatra.com sesuai data Pemda DIY, sedikitnya 167 kasus di empat pesantren itu. Pada 19 November, Dinas Kesehatan Sleman menyebut menemukan 10 kasus di sebuah pesantren di daerah Condong Catur. Terbaru, pesantren keenam di Sleman dengan kasus Covid-19 berada di Gamping. Selain di Sleman, di Kabupaten Bantul setidaknya ada empat pesantren dengan temuan kasus-kasus Covid-19.

Juru Bicara Pemda DIY untuk Penanganan Covid-19 Berty Murtiningsih mengumumkan, kemarin, Rabu (25/11), terdapat 150 kasus terbaru, termasuk 77 kasus dari skrining di pesantren tersebut. Hari ini, Pemda DIY menyebut 103 kasus baru, termasuk dua kasus dari tempat pendidikan yang sama.

“Total kasus positif Covid-19 di DIY menjadi 5.556 kasus. Dari jumlah itu yang sembuh 4.200 dan meninggal menjadi 137 kasus,” ujarnya.

121