Home Gaya Hidup Bangsa Terlalu Kaku, UIN Yogya Ajak Seniman Melenturkan

Bangsa Terlalu Kaku, UIN Yogya Ajak Seniman Melenturkan

Sleman, Gatra.com - Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga menilai bangsa Indonesia sekarang terlalu kaku dan serius memikirkan politik, perbedaan, dan hal-hal berat lainnya. Untuk itu, seniman diajak untuk melenturkan kekakuan itu agar kehidupan kembali indah.

Diinisiasi Rektor UIN Sunan Kalijaga, Al Makin, sekitar 30 seniman Daerah Istimewa Yogyakarta diajak berembuk dan menggelar kegiatan seni di lingkungan kampus, Sabtu (28/11) siang.

"Rakyat Indonesia mikir terlalu serius, mikir politik terus, mikir hal-hal  yang berat-berat. Mari kita mikir yang indah indah, melukis, menari, menyanyi, yang menyatukan kita bangsa Indonesia," kata Al Makin.

Sejumlah seniman pun hadir seperti Djoko Pekik, Butet Kartaredjasa, Marwoto Kawer, dan Nasirun. Al Makin mengatakan forum ini digelar untuk mempromosikan seni budaya sebagai bagian unsur estetika yang harus dikembangkan dalam pendidikan.

Al Makin melihat selama ini dunia pendidikan Indonesia lebih banyak fokus pada tiga unsur, yakni etika, estetika, dan kognitif. Adapun unsur keempat, olahraga, tak mendapat perhatian.

"Kampus-kampus masih saja hanya menekankan kognitif dan itu sifatnya masih hafalan, bukan pencarian ataupun penelitian. Karena itulah sering menjadi masalah," katanya.

Menurut Al Makin, melibatkan seni dalam pendidikan akan berdampak pada munculnya kesatuan atas sesuatu yang berbeda-beda. Tak akan ada lagi pertanyaan tentang agama, etnis, dan golongan seseorang.

Al Makin berpendapat semua perbedaan akan menyatu dalam keindahan seni hingga melupakan konflik. Kesenian Indonesia yang luar biasa akan menjadikan Indonesia bangsa yang dikagumi dunia. "Prinsipnya UIN dalam empat tahun ke depan menjadi rumah bagi semua iman, profesi, golongan, etnis, dan budaya," ujar Makin.

Undangan ke para seniman ini menjadi langkah awal memasukkan unsur seni ke pendidikan kampus. Al Makin berjanji UIN akan memperbanyak kegiatan seni di  kampus, seperti seni suara dan seni gerak, termasuk bekerja sama dengan ISI Yogyakarta.

Mewakili seniman, Butet Kartaredjasa mengapresiasi langkah kampus berbasis agama Islam ini dalam menyapa seniman. Menurutnya, gerakan ini menjadi penting di tengah kondisi Indonesia yang beberapa tahun ini terbelah karena politik identitas yang menggunakan agama.

"Dulu seni itu menghadirkan kesejukan seperti Kaliurang. Saya masih ingat, saat bapak saya yang Kristen menciptakan tari Sunan Kalijaga, penarinya pemeluk Katolik dan kuratornya adalah Islam. Gerakan UIN ini penting dan berbunyi," katanya.

Butet berharap, gerakan ini tak berhenti pada empat tahun mendatang namun harus diteruskan selamanya. Ia menilai seni akan mampu menjadi jiwa UIN dalam membangun Islam yang moderat dan berkemajuan. Langkah UIN, menurut Butet, layak ditiru oleh berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

321