Home Ekonomi Ekonomi Tumbuh Sedikit, Pemerintah Tetap Punya 2 PR Ini

Ekonomi Tumbuh Sedikit, Pemerintah Tetap Punya 2 PR Ini

Jakarta, Gatra.com - Tren pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah pandemi Covid-19 Triwulan ke tiga meningkat sedikit dibandingkan Triwulan ke dua. Meski disebut naik, pemerintah tetap memiliki dua pekerjaan rumah (PR) yang besar.

Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eny Sri Hartati membandingkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan negara lain. Misalnya, Amerika Serikat yang pertumbuhannya di Triwulan ke dua jatuh -9%, kini Triwulan tiga naik menjadi -2,9%. Enny menyebut terjadi perbaikan sebesar 67,8%.

Ada juga Singapura, yang pertumbuhannya terjun bebas triwulan kedua, yakni -13,3%, kini di triwulan ketiga menjadi jadi -7%. Eny melihat adanya perbaikan sebesar 47,4%.

Sementara Vietnam, pada triwulan kedua tumbuh 0,4%, dan berangsur naik pada triwulan ketiga menjadi 2,6%. Namun, Eny memberi catatan bahwa Vietnam merupakan negara yang tidak terkontraksi, karena sejak triwulan satu pertumbuhannya sebesar 7,3%, triwulan kedua 0,4%, triwulan ketiga 2,6%. Artinya, kata Eni, perjalanan Triwulan ke dua ke Triwulan ke tiga naik sebesar 550%.

Bagaimana dengan Indonesia? Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan ke dua jatuh sebesar -5,32%. Kini di Triwulan ke tiga, sedikit naik menjadi -3,49%. Eny menyebut Indonesia hanya mengalami perbaikan sebesar 34,4%.

Melihat pertumbuhan kecil itu, Eny memberi temuan sekaligus catatan untuk pemerintah, agar fokus pada dua kontributor utama ekonomi Indonesia, yakni konsumsi rumah tangga dan investasi. Menurut Eny, keduanya saling berkaitan, sehingga pemerintah harus menyelesaikan segera kedua PR ini.

"Dua-duanya ini sebagai cermin. Kalau konsumsi rumah tangga enggak pulih, investasi juga enggak akan pulih," kata Eny dalam sambutannya di Webinar HUT ke-26 GATRA, Selasa (1/12).

Ia tak menampik asumsi bahwa banyak program dari Kementerian Sosial di masa pandemi ini bisa menjadi penopang ekonomi sementara. Namun menurutnya, anggaran yang digelontorkan itu tetap tidak mampu mengompensasi dampak dari Covid-19.

Alasannya, penurunan konsumsi rumah tangga sangat besar selama pandemi. Ia memberi contoh, satu orang yang mendapat pendapatan standar UMP, antara Rp2-Rp3 juta, tiba-tiba kehilangan pekerjaan sekaligus pendapatannya. Jika memang orang itu mendapatkan bantuan dari program Perlindungan Sosial yang hanya sebesar Rp600 ribu, tetap tidak menutup kebutuhannya.

"Jadi yang harus dilihat betul fungsi konsumsi rumah tangga. Apa yang jadi faktor penentu besaran pemulihan daya beli masyarakat, itulah yang akan menentukan apakah pemulihan ini trennya huruf v (positif) atau berisiko huruf w (minus)," ungkapnya.

80